West Kalimantan District Committed to Continuing and Expanding KIAT Guru Program


Komite Pengguna Layanan (KPL) SDN 06 Nanga Sekapat mengumpulkan nilai kinerja bulanan guru sebelum
Pertemuan Rutin Bulanan dengan perwakilan pemerintah desa, guru, orang tua, dan masyarakat. (TNP2K/Sharon Kanthy)

 

Dari 390 desa di Kabupaten Sintang di Kalimantan Barat, hanya 30 yang tidak termasuk kategori tertinggal atau sangat tertinggal. Selebihnya masih diliputi kemiskinan, kurangnya infrastruktur di tengah kondisi alam yang keras, dan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas. Hal-hal ini berdampak pada kualitas pendidikan di kabupaten ini, membuat para siswa memiliki daya saing yang rendah.

“Bukan hal yang tidak umum bagi siswa di sini baru bisa membaca dengan lancar saat mereka ada di kelas VI,” ujar Kartiyus, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sintang.

Pada Juli 2016, Pemerintah Sintang mengadopsi program rintisan KIAT Guru (Kinerja dan Akuntabilitas Guru), yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di daerah sangat tertinggal melalui pemberdayaan masyarakat dan pengaitan pembayaran Tunjangan Khusus Guru dengan kehadiran guru atau kualitas layanan guru.

Program ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan lima Pemerintah Kabupaten PDT. Yayasan BaKTI mengelola implementasi program, dengan dukungan teknis dari World Bank dan pendanaan dari Pemerintah Australia dan USAID.

Di Sintang, program ini diimplementasikan di 66 sekolah di 22 desa. Sebuah survei independen menunjukkan dampak sangat positif pada hasil belajar peserta didik dan dukungan orang tua dalam proses belajar, terutama ketika Tunjangan Khusus untuk guru dikaitkan dengan kehadiran guru, yang direkam menggunakan aplikasi kamera berbasis android dan diverifikasi oleh perwakilan masyarakat.

“Program ini baru difokuskan pada dua mata pelajaran, Matematika dan Bahasa Indonesia, namun perbaikannya sangat signifikan,” ujar Kartiyus.

Di SDN 06 Nanga Sekapat di Desa Tirtakarya, Kecamatan Merakai, misalnya, kehadiran guru meningkat dari 55 persen menjadi 75 persen. Angka buta huruf menurun dari 2 kasus menjadi tidak ada, sementara angka buta angka menurun dari 5 siswa menjadi nol.

Sementara itu di SDN 40 Lepat Betung, Desa Temawang Bulai di Kecamatan Sepauk, tingkat kehadiran guru naik dari 71 persen menjadi 75 persen. Angka buta huruf turun dari 10 kasus menjadi 2 kasus, sementara tingkat buta angka menurun dari 3 kasus menjadi nol.

Program rintisan ini telah diserahterimakan ke pemerintah desa pada Desember 2017, dan hampir 10 bulan kemudian, berdasarkan pemantauan bersama oleh TNP2K, Yayasan BaKTI dan Bank Dunia, masih berjalan baik dengan dukungan regulasi dan pendanaan dari pemerintah pusat, kabupaten, dan desa.

Hal ini mendorong pemerintah kabupaten untuk berkomitmen melanjutkan dan memperluas program tersebut. Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan pada awal Oktober bahwa ia berkomitmen meningkatkan skala intervensi dari 22 desa sangat tertinggal menjadi semua 213 desa sangat tertinggal di kabupaten tersebut. 

Ini harus di-scale up di tingkat distrik semua. Beberapa desa ada yang protes, maunya semua sekolah dapat. Kami ingin agar dirancang supaya semua sekolah yang menerima Tunjangan Khusus tercakup. Mungkin kita bisa mulai di desa sangat tertinggal,” ujarnya.

Kartiyus menyambut ide tersebut, namun ia mengatakan perluasan KIAT Guru perlu dilakukan secara bertahap, mengingat pertimbangan keuangan, sumber daya manusia, dan logistik, serta dukungan peraturan. Ia mengusulkan penambahan 66 sekolah pada 2019.

Mungkin replikasi dapat dilakukan dari desa tetangga yang tertinggal atau sangat tertinggal. Hal-hal yang berkaitan dengan keperluan logistik pun jadi lebih mudah,” ujarnya.

“Tapi memang kita memerlukan perluasan ini karena ini sejalan dengan visi misi kita untuk terciptanya masyarakat yang cerdas.”

 

(Hera Diani)