School Principal in East Nusa Tenggara Village Walking the Talk


(TNP2K/Fauzan Ijazah)


Ada perumpamaan “Pemimpin yang baik harus memberikan contoh yang baik”, dan inilah yang selalu dilakukan Janur Damianus sebagai Kepala Sekolah SDN Mboeng di Desa Kaju Wangi, salah satu desa sangat tertinggal di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.
 
Tiap pagi, dengan mengendarai motornya melewati jalanan berbatu di kawasan pegunungan selama 30 menit, Janur akan menjadi orang pertama yang tiba di sekolah. Pria bertubuh tinggi kurus ini tidak perlu meninggikan suaranya ketika berbicara. Pembawaannya yang tenang dan sabar justru membuatnya menjadi sosok yang disegani.

“Bapak kepala sekolah sangat baik dan kebapakan, namun Ia sangat disiplin, membuat kita malu kalua tidak mengikuti contoh yang Ia berikan. Kalau kami berbuat salah, ia tidak akan marah-marah, tapi memberikan nasihat yang masuk akal. Ia adlah orang yang sangat terbuka dan tidak malu mengakui kesalahan,” ujar Wali untuk murid Kelas IV Elfrida Iman.

Dengan pengalaman mengajar selama 31 tahun, Janur, 53 tahun, dipindahtugaskan ke SDN Mboeng pada 2015. Ia masih ingat bagaimana dulu ia tiba tiap pagi pukul 07.15 WITA hanya untuk mendapati kompleks sekolah yang hampir kosong. Banyak guru yang baru tiba di sekolah setelah pukul 07.30 WITA, waktu seharusnya kelas sudah dimulai.

Janur mengatakan bahwa Ia tidak marah karena ia paham tantangan yang harus dihadapi guru dan murid, yang harus melewati jalanan yang berat untuk mencapai sekolah. Belum lagi ketika musim hujan tiba, bangunan sekolah yang terbuat dari bambu akan kemasukan air dan sekolah menjadi banjir sehingga murid-murid tidak dapat bersekolah selama beberapa hari.

Namun Janur secara konsisten selalu tiba lebih awal dan jerih payahnya pun terbayar: para guru mulai hadir di sekolah tepat waktu. “Saya memperlakukan mereka seperti anak saya sendiri,” ujar Janur yang berasal dari Desa Golosari di kecamatan tetangga, yaitu Kecamatan Sambirampas.

Ketika SDN Mboeng terpilih sebagai salah satu sekolah rintisan program KIAT Guru, Janur sangat gembira karena ia merasa banyak hal yang perlu ditingkatkan, tetapi sekolah dan masyarakat tidak memiliki sumber daya yang cukup. Program rintisan ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan lima pemerintah kabupaten PDT, salah satunya Manggarai Timur. Program ini diimplementasikan oleh Yayasan BaKTI, dengan dukungan teknis dari World Bank dan pembiayaan dari Pemerintah Australia dan USAID. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di daerah sangat tertinggal melalui pemberdayaan masyarakat dan pengaitan pembayaran Tunjangan Khusus Guru dengan kehadiran guru atau kualitas layanan guru.

Fasilitator KIAT Guru Angga Yoga S. mengatakan kepala sekolah menjadi sosok penting karena Ia merupakan sosok yang kuat dan amat dihormati oleh masyarakat.

“Kepala sekolah membantu kami untuk mendapatkan dukungan pemerintah desa dalam menjalankan program ini, dan Ia mendukung penuh Kelompok Pengguna Layanan (KPL), yang terdiri dari orang tua murid dan tokoh masyarakat, meski ia tahu bahwa KPL akan memantau dan mengevaluasi kinerjanya,” kata Angga.

Ketika muncul tuntutan dari guru untuk diangkat sebagai pegawai negeri sipil, Janur menyelesaikan masalah tersebut secara damai dengan memberikan pengertian kepada guru bahwa keputusan tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat, dan yang terpenting adalah bahwa murid harus mendapatkan pendidikan yang terbaik.


(TNP2K/Fauzan Ijazah)


Angga mengatakan Janur sangat terbuka dengan masukan, bahkan dari seseorang yang jauh lebih muda sekalipun.

“Saya pernah bercerita kepadanya tentang kepala sekolah di Yogyakarta yang suka berkeliling sekolah untuk melihat sendiri kondisi murid-murid; Ia menganggap itu ide yang sangat baik dan ia mulai melakukan hal yang sama,” kata Angga.

Janur memprakarsai perpustakaan sekolah ketika muncul permintaan dari para murid. Ia mengatakan bahwa ia meminta sumbangan buku dari berbagai sekolah, anggota keluarga hingga kenalannya di Jakarta. Hasilnya, SDN Mboeng tahun ini menerima donasi ratusan buku yang dari masyarakat.

Janur juga mewajibkan semua orang di sekolah untuk menggunakan Bahasa Indonesia dari Senin hingga Kamis. Inisiatif ini diberlakukan setelah melihat hasil temuan awal (baseline survey) KIAT Guru yang menunjukkan banyak murid yang belum dapat berbahasa Indonesia dengan baik karena kebanyakan masih menggunakan bahasa daerah.

“Saya tidak mempromosikan KIAT Guru, tetapi sungguh ini adalah program yang sangat baik. Kami sebagai guru belajar banyak dari hal ini. Kami menerima pelajaran yang amat berharga, yaitu tentang disiplin dan kehadiran,” katanya. 

Ia berharap program rintisan ini akan diimplementasikan di tiap sekolah, atau setidaknya di sekolah anak perempuannya yang berumur delapan tahun yang berada di seberang rumahnya. Janur mengatakan Ia tidak menyekolahkan anaknya di SDN Mboeng karena lokasinya yang terlalu jauh dan jalur menuju sekolah yang berat akan sulit dilalui ketika musim hujan. Meski demikian, Ia prihatin dengan kondisi absensi kehadiran guru dan kurangnya layanan pendidikan yang diberikan di sekolah anaknya.

“Sungguh ironis ketika saya bekerja keras mendorong berhasilnya program ini untuk meningkatkan kualitas SDN Mboeng, sementara kondisi di sekolah anak saya justru sebaliknya,” keluh Janur.

 

(Hera Diani)