Pengendalian Tembakau: Menuju Generasi Muda Berkualitas

30 August 2016


Wapres

“Di Indonesia, konsumsi rokok merupakan epidemik yang mengancam kelangsungan generasi. Rokok merupakan komoditas penyumbang terbesar kedua terhadap garis kemiskinan setelah beras. Ironisnya lagi, industri rokok memerlukan keberlanjutan (pembeli) tapi mengorbankan “generasi muda" kata Bambang Widianto yang hadir pada Diskusi Publik dan Peluncuran Policy Paper (30/8) bertema “Pengendalian Tembakau: Menuju Generasi Muda Berkualitas” di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta.

Bambang juga menyampaikan dalam paparannya terjadi peningkatan prevalensi di kelompok termiskin di tahun 2001-2013 dari 30 persen menjadi 43,8 persen sedangkan kelompok terkaya mengalami penurunan dari 29,6 persen menjadi 29,4 persen. Selain itu juga persentase pengeluaran rata-rata bulanan untuk tembakau dan sirih di tahun 2007-2013 kelompok termiskin meningkat dari 11,7 persen menjadi 12,5 persen sebaliknya kelompok terkaya terjadi penurunan dari 9,4 persen menjadi 7,1 persen.

Selain itu dari sisi transisi epidemiologi: kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat, tren ini kemungkinan akan berlanjut seiring dengan perubahan perilaku hidup (pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, merokok, dan lainnya.

Dalam akhir paparannya Bambang menyimpulkan bahwa: 1) Prevalensi tembakau terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, 2) Jumlah perokok terus mengalami peningkatan, 3) Kelompok miskin adalah kelompok yang paling terdampak akibat rokok, 4) Rokok merupakan salah satu komponen pengeluaran terbesar bagi rumah tangga miskin, 5) Konsumsi rokok menyebabkan meningkatnya risiko penyakit dan menurunkan produktivitas, 6) Beban negara terhadap pembiayaan Jaminan Kesehatan meningkat akibat dampak dari rokok.

Dalam sambutannya, Staf Khusus Menteri Kesehatan RI bidang Peningkatan Kemitraan dan SDGs atau Pendiri CISDI, Diah Saminarsih mengatakan bahwa pengendalian tembakau di Indonesia begitu mendesak dan selayaknya menjadi upaya bersama masyarakat, merupakan tanggung jawab lintas sektor, dan perlu mengakomodir kebutuhan serta melibatkan peran aktif pemuda.
“Pengendalian tembakau harus dilaksanakan secara integratif dan holistik, lintas sektor dan oleh semua aktor atau pemangku kepentingan pembangunan nasional. Berbicara mengenai pengendalian tembakau, lanjutnya, berarti melakukan aksi pembangunan manusia menuju populasi berkualitas. Dan langkah aksi bersama ini dimulai dengan menjamin bahwa Indonesia mempunyai generasi muda berkualitas serta mampu merealisasikan potensi ekonomi, kesehatan, dan pendidikannya,” kata Diah
Diluncurkannya policy paper pengendalian tembakau diharapkan mampu memperkuat upaya pengendalian tembakau dan mengurangi jumlah perokok pemula di Indonesia. Selain itu persoalan ini dapat dipandang secara multidimensi dengan mengaitkan hambatan pencapaian SDGs yang akan menjadi arahan pembangunan sepanjang 15 tahun kedepan.
Acara ini juga dihadiri oleh Staf Ahli Menko PMK Bidang Kependudukan Sonny Harry B Marhadi, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Direktur Program CISDI Anindita Sitepu, Peneliti Human Right Watch Andreas Harsono, Peneliti Lembaga Demografi FE-UI Dwini Handayani, dan Dewan Pembina CISDI Wicaksono Saroso serta menghadirkan perwakilan dari sejumlah kementerian terkait, organisasi masyarakat sipil, akademisi, tokoh pemuda dan perwakilan media.