Meningkatkan Akses Listrik Penting Untuk Kurangi Kemiskinan dan Ketimpangan

09 November 2016


Wapres

Hasil analisis Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemisikinan (TNP2K) mengungkapkan bahwa ada Hubungan Antara Kemiskinan dan Akses Listrik/elektrifikasi. Listrik merupakan bagian dari infrastruktur dasar yang dibutuhkan selain air bersih dan sanitasi. Keberadaan listrik dapat menggerakkan akses pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

“Ada korelasi kuat antara rasio elektrifikasi dan kemiskinan. Apabila suatu kelompok masyarakat bisa mengakses listrik, mereka juga mampu mengakses air bersih dan sanitasi dengan pompa air. Selain itu, listrik bisa menggerakkan aktivitas ekonomi lokal, misalnya alat pengolah makanan,” kata Ruddy Gobel, yang mewakili Sekretaris Eksekutif TNP2K, dalam paparannya di Sesi Pleno “Peran Elektrifikasi dalam Usaha Pengentasan Kemiskinan” pada kegiatan Lokakarya dengan tema “Menghadirkan Listrik Untuk Rakyat: Elektrifikasi Pedesaan, Untuk Mengentaskan Kemiskinan dan Mempercepat Ekonomi Lokal’ di Jakarta (09/11).

Dikatakannya bahwa manfaat elektrifikasi untuk penanggulangan kemiskinan dan pembangunan adalah: memastikan ketersediaan pangan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses terhadap sanitasi dan air bersis, memperbaiki akses terhadap layanan kesehatan, memperbaiki kualitas pendidikan, dan mengurangi kesenjagan antar gender.

Pada kesempatan tersebut, TNP2K juga memaparkan program penyediaan listrik untuk masyarakat miskin yang sedang dilakukan ujicoba di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur. Program listrik untuk masyarakat miskin yang digagas TNP2K dimaksudkan untuk memberikan kebutuhan listrik dasar bagi masyarakat miskin untuk mendorong produktivitas. Untuk tahap awal ditargetkan program tersebut akan memberikan akses listrik dasar bagi 2.074 Rumah Tangga di Kabupaten TTS.

Sementara itu Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam sambutan pembukaan kegiatan lokakarya menyatakan bahwa Program Indonesia Terang digagas dalam rangka mendukung peningkatan elektrifikasi, yaitu percepatan pemerataan dan memberikan keadilan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu untuk memperoleh akses listrik.

Rida menambahkan, Program Indonesia Terang bukan sekadar mengalirkan listrik ke wilayah-wilayah terpencil atau perdesaan yang selama ini belum menikmati aliran listrik, namun juga memberikan rasa adil dan pemerataan pembangunan di Indonesia. Ada daerah-daerah tertentu karena sebab teknis, terlalu jauh, terlalu mahal sehingga daerah itu akan tertinggal atau area offgrid, namun perlu mendapatkan akses listrik.

“Program ini juga bertujuan menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat setempat,” ujar Rida.

Selanjutnya dalam sesi tanggapan panelis, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) Tri Mumpuni mengatakan, program mengalirkan listrik bagi masyarakat di wilayah terpencil Indonesia tidak bisa berjalan baik tanpa pemberdayaan masyarakat setempat. Menurut dia, program pemerintah untuk mengalirkan listrik ke wilayah terpencil pada umumnya sekadar menunaikan program dalam APBN.

“Karena bersifat proyek, begitu program selesai, tidak ada pendampingan di kemudian hari. Masyarakat tidak merasa memiki sehingga kebanyakan proyek itu tidak berkesinambungan,” ujar Tri Mumpuni, yang kerap mendampingi masyarakat di sejumlah tempat di Indonesia yang membangun pembangkit listrik mandiri dari energi terbarukan.

Program Indonesia Terang digagas April 2016 pada era Menteri ESDM Sudirman Said. Program ini antara lain mengalirkan listrik ke 12.659 desa tertinggal di enam provinsi, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Infrastruktur program ini berupa pembangkit listrik tenaga mikrohidro dan tenaga surya. Program ini akan merealisasikan kapasitas listrik 10,5 megawatt dengan dana Rp441 miliar.

Sumber: Kompas, Diolah