Maternity protection is a form of protection for women to remain able to work without reducing the welfare of themselves and their children and family
Developing A Comprehensive, Inclusive, and Adaptive Social Protection System for All in Indonesia
20 October 2016
(Jakarta, 01/09/16) Dalam rangka Implementasi & Koordinasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif, TNP2K mengadakan lokakarya dengan tema “Digitalisasi dan Integrasi Penyaluran Bantuan Pemerintah” pada Rabu, 19 Oktober 2016 di Hotel Pullman, Jl. M. H. Thamrin No 59 Jakarta Pusat.
Lokakarya ini bertujuan untuk mendapatkan pengalaman dan masukkan dari implementasi Pemerintah India terkait dengan langkah-langkah serta kondisi yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan digitalisasi dan integrasi program Government to Person (G2P). Karena itu, dalam kegiatan tersebut, Indonesia menghadirkan pembicara Deepak Kumar, IAS; Joint Secretary to the Government of India, dan Bhaskar Katamneni, IAS; District Collector – West Godavari, Government of Andhra Pradesh untuk berbagi pengalaman dalam reformasi penyaluran bantuan pangan dan sosial dengan memanfaatkan teknologi yang telah diimplementasikan di India.
Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Bambang Widianto dalam sambutan pembukaan acara menyatakan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dari berbagai instansi pemerintah yang terkait dengan inklusi keuangan. Persepsi inkluasi keuangan yang dimaksud khususnya yang terkait dengan upaya pemerintah memberikan bantuan pada masyarakat miskin, yang tadinya tunai menjadi elektronik.
Menurut Bambang, ada sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan sebelum agenda ini mulai diimpelementasi pada tahun 2017, mengingat total keseluruhan rumah tangga sasaran cukup besar yaitu mencapai 15,5 juta. Berkaca dari pra uji coba yang dilakukan TNP2K bersama bank dan perusahaan telekomunikasi selular pada tahun ini, isu pertama adalah terkait data. Bagaimana memilih orang yang dapat menerima bantuan agar lebih tepat sasaran, mengingat terbatasnya anggaran keuangan pemerintah; kemudian adanya berbagai jenis bantuan sosial yang tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga yang nantinya akan diintegrasikan; lalu pilihan moda transaksi, ada yang berbasis kartu, SIM card, NFC, dan web; serta tantangan dalam proses sosialisasi dan edukasi.
Pemerintah India dipandang sebagai salah satu contoh negara yang sukses di dalam mengimplementasikan digitalisasi penyaluran G2P. India memulai pelaksanaan Direct Benefit Transfer (DBT), yaitu pemberian dana tunai melalui cash transfer langsung kepada penerima manfaat untuk memberikan subsidi/bantuan sejak 1 Januari 2013.
“Nah makanya bapak ibu sekalian hari ini kita ingin mendengar dari teman-teman India. India ini dalam databasenya sudah mencakup 1,1 Milyar orang. Kita punya data Dukcapil, yang punya NIK kurang dari 200 Juta. Mereka 1,1 Milyar. Waktu bulan Februari lalu saya meninjau ke kantornya meninjau ke kantornya dan melihat proses bantuan sosial di lapangan. Ada rekening listrik, rekening air, langsung diambil sidik jari, dan iris mata. Jadi,” kata Bambang.
Dalam paparannya Deepak Kumar menyampaikan mengenai “Reformasi dalam Sistem Distribusi, Keamanan Makanan dan Penyaluran Bantuan Langsung untuk Subsidi Pangan di India”. Sedangkan Bhaskar Katamneni menyampaikan paparan bertajuk “Mempelajari Digitalisasi Bantuan Pemerintah di Godavari Barat”.
Dalam paparan para narasumber terungkap bahwa India menggunakan basis data kependudukan yang disebut Adhaar, yaitu suatu sistem database penanda individu yang terintegrasi dan sudah memanfaatkan sidik jari dan iris mata retina sebagai media keamanan untuk transaksi. Sistem ini memastikan single ID, unique identitas dari penerima manfaat. Sistem ini bisa digunakan di berbagai program termasuk penyaluran bantuan pangan. India memiliki 78 program bantuan di bawah 17 Kementerian. Berbagai program tersebut terintegrasi dengan sistem Adhaar. Selanjutnya adalah mengenai pentingnya peran state (Pemerintah Daerah). India merupakan negara dengan sistem federasi. Pemerintah federasi mempunyai independensi lebih tinggi dari provinsi atau kabupaten. Dalam penyaluran bantuan, pemerintah pusat secara berjenjang meneruskan kepada pemerintah state, dan selanjutnya sampai ke penerima manfaat melalui merchant dengan mekanisme Fair Price Shop, yang tersebar di seluruh negara.
Menutup lokakarya kali ini, Elan Satriawan, Koordinator Kelompok Kerja Kebijakan TNP2K, menyatakan bahwa ada hal yang sama bisa dipelajari dari India, namun ada yang perlu berbeda karena kondisi infrastruktur.
“Kita tentunya belajar banyak dari India. Ada hal yang sama bisa dipelajari, hal-hal positif, namun ada yang perlu berbeda karena konteksnya berbeda, karena infrastruktur berbeda, tantangannya berbeda di Indonesia. Mudah-mudahan dengan bantuan pangan dan diikuti terintegrasi berbagai bantuan sosial di Indonesia mulai tahun depan dan berikutnya berjalan secara optimal,” kata Elan.
Elan menyimpulkan sejumlah poin yang bisa dipelajari dari paparan para narasumber. Pertama mengenai pentingnya database. Mirip dengan sistem Adhaar di India, Indonesia memiliki Data Adminduk di bawah Kemendagri. Single NIK. Sama seperti di India, data Kemendagri di Indonesia ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai program pemerintah dari K/L lain. Berikutnya adalah mengenai pentingnya reformasi bantuan pangan. Selama ini Raskin dirasa kurang tepat sasaran, baik dari besaran beras yang diterima, serta munculnya biaya tambahan yang menjadi beban penerima manfaat. Pra uji coba yang sudah dilakukan TNP2K, masyarakat menerima voucher yang nominalnya tidak terkena potongan atau biaya tambahan, serta mereka bisa memilih barang sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Elan melanjutkan, reformasi bantuan sosial juga mengharapkan terjadinya financial inclusion. Masyarakat bisa mengakses berbagai layanan keuangan dengan mudah, kemudian dari sisi supply side, penyedia layanan keuangan juga harus terus bertambah dan harus terbuka untuk semua penyedia layanan keuangan termasuk merchant. Isu selanjutnya adalah interoperability. Bagaimana seorang nasabah Bank A bisa juga mengakses bank B. Karena ketiadaan interoperablity menutup partisipasi dari agen atau banyak pihak yang ingin berpartisipasi. Ini yang sedang dikerjakan pemerintah.
Hadir dalam lokakarya ini, dari Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian PPN/Bappenas, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta berbagai instansi perbankan, telekomunikasi, perdagangan, layanan teknologi, dan lembaga internasional.