TNP2K Dukung Prioritas Pemerintah dalam Pemerataan dan Keadilan Akses Listrik

27 October 2016


Wapres

Untuk mendukung percepatan keadilan akses listrik bagi masyarakat Indonesia, dan program peningkatan rasio elektrifikasi, Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berinisiatif untuk mengembangkan program Listrik Bagi Masyarakat Miskin. Inisiatif ini sejalan dengan tema peringatan Hari Listrik Nasional 2016 “Listrik Baik untuk Indonesia Mandiri Energi”.


Sebagai tahap awal, TNP2K melaksanakan uji coba di Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada Kamis, 13 Oktober 2016 bertempat di kantor Sekretariat TNP2K dilakukan penandatanganan Nota Kesepatan (MoU) dengan Pemerintah Kabupaten TTS, Lazismu, dan Yayasan Besi Pae. Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris Eksekutif TNP2K, Bambang Widianto dengan Bupati TTS yang diwakili oleh Kepala Bappeda TTS, Gede Witadarma; Ketua Badan Pengurus Lazismu, Hilman Latief; dan Pendidiri Yayasan Besi Pae, Afliana Hana Ndun.

Dalam kesempatan tersebut Bambang menjelaskan bahwa salah satu faktor kemiskinan dan ketimpangan adalah tidak tersedianya akses listrik yang merupakan infrastruktur dasar. Melalui program kemitraan dengan pihak-pihak terkait itu, TNP2K ingin memastikan tersedianya akses listrik bagi masyarakat miskin khususnya di daerah-daerah yang tidak terjangkau layanan PLN. “Dengan adanya program kemitraan seperti ini, diharapkan dapat mendorong partisipasi dunia usaha dan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, serta memastikan percepatan prioritas pemerintah dalam meningkatkan akses bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar,” ujar Bambang.

Gede Witadarma menyampaikan bahwa rasio elektrifikasi TTS baru mencapai 34%. Target uji coba tahap awal adalah 11 desa di 4 kecamatan dengan total penerima manfaat 2.074 rumah tangga, dimulai dengan Desa Naileu, Desa Oemaman dan Desa Kusi Utara berjumlah 283 rumah tangga. Dalam kemitraan ini, Lazismu sebagai lembaga amil zakat tingkat nasional yang berafiliasi dengan Muhammadiyah berperan menggalang dana dan dukungan dunia usaha serta donatur untuk memastikan ketersediaan perangkat listrik. Sementara, Yayasan Besi Pae selaku lembaga swadaya masyarakat yang berdomisili di TTS berperan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan serta edukasi bagi masyarakat dan perangkat desa.

Menurut Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin, ada sekitar 1,6 juta rumah tangga miskin dan tidak mampu yang belum menikmati sambungan listrik, dan 12.000 desa tidak terjangkau layanan/fasilitas listrik. Sasaran program ini adalah: 1) rumah tangga miskin (prioritas utama 10% rumah tangga dengan kesejahteraan terendah), 2) wilayah di luar rencana pengembangan distribusi PLN (off-grid), 3) 100 kabupaten/kota dengan indeks kesejahteraan wilayah terendah.

Dalam tahap uji coba telah dilakukan langkah-langkah: pengembangan skema kemitraan; pengembangan dan koordinasi mekanisme penyaluran bantuan; survei lokasi dan rumah tangga sasaran; dan pengembangan perangkat dan mekanisme verifikasi dan pengalokasian. Tahap uji coba ini diharapkan dapat selesai pada akhir tahun 2016, kemudian dimulai tahap perluasan uji coba dan pelaksanaan program oleh Bapak Wakil Presiden.

Sebagai informasi, hingga Agustus 2016, Pemerintah berhasil mencapai tingkat rasio elektrifikasi nasional menjadi 89.53% (di tahun 2015 sebesar 88.3%). Meningkatnya rasio elektrifikasi tersebut didasari oleh peningkatan jumlah rumah tangga berlistrik di tingkat nasional yang bertambah sebanyak 2.510.337 rumah tangga. Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi dengan pertumbuhan jumlah rumah tangga berlistrik terbesar, yakni 1.005.991 rumah tangga. Kondisi ini berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia sebesar 6.05% pada Semester I 2016.

Upaya penyediaan listrik yang baik
Untuk memastikan bahwa penyediaan ketenagalistrikan memenuhi aspek keamanan, keandalan dan laik operasi, pengawasan ketenagalistrikan menjadi faktor penting. Sejak masa pemerintahan Jokowi-JK, telah diterbitkan 14 regulasi dan kebijakan terkait pelaksanaan dan tata kelola ketenagalistrikan. Tidak hanya melalui penerbitan regulasi, pengawasan juga terus dilakukan melalui berbagai upaya.

1. Pengawasan Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) dari Pemerintah yang ditujukan bagi para pelaksana di subsektor ketenagalistrikan. Terdapat 9 kategori yang diawasi mutu pelayanannya, seperti kategori tegangan di titik pemakaian, frekuensi di titik pemakaian, kategori lama gangguan yang dialami per pelanggan, jumlah gangguan per pelanggan, kecepatan pelayanan sambungan baru, kecepatan pelayanan perubahan daya, kecepatan menanggapi pengaduan gangguan, kesalahan membaca KWh serta waktu koleksi kesalahan rekening.
2. Pengawasan keamanan instalasi listrik melalui Sertifikasi Laik Operasi (SLO) sebagai bukti pengakuan formal suatu instalasi tenaga listrik. Pengajuan permohonan Sertifikat Laik Operasi dan penyambungan tenaga listrik kepada pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan melalui layanan 1 (satu) pintu dengan menggunakan aplikasi online. Proses pelayanan satu pintu ini pun telah dipercepat, dari 79 hari menjadi 22 hari.
3. Pengawasan terhadap kemudahan penyambungan listrik (Getting Electricity). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM berkomitmen meningkatkan peringkat Getting Electricity menjadi peringkat 23 di tahun 2017.
4. Pengawasan terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia. Ditjen Gatrik Kementerian ESDM telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan pada 30 September 2016 untuk peningkatan kompetensi siswa SMK dibidang ketenagalistrikan.

Berbagai usaha penyediaan listrik dan pengawasan dari Pemerintah akan terus dilakukan meski bukanlah hal sederhana. Diperlukan waktu tidak sebentar untuk penyediaan akses listrik sehingga pemakaian listrik sebaiknya dilakukan dengan bijak. Seiring dengan modernisasi di Indonesia, kita sering kali tidak menyadari bahwa masih ada energi listrik yang terpakai dari alat-alat elektronik yang dibiarkan dalam keadaan standby dan tidak digunakan (vampir listrik). Banyak energi listrik terbuang karena penggunaan yang tidak bijak. Sebagai gambaran, data dari www.standby.lbl.gov menyebutkan bahwa notebook yang dibiarkan dalam keadaan standby masih mengkonsumsi 50 watt listrik. Begitu pula dengan pemutar DVD yang mengkonsumsi 10.58 watt, oven sebesar 4.9 watt, layar komputer sebesar 3.5 watt, printer sebesar 4 watt, alat fax sebesar 8.71 watt serta charger telepon genggam sebesar 1 watt.

Rata-rata kita membiarkan 83 watt listrik terbuang per jam nya. 83 watt tersebut bisa digunakan untuk menyalakan 11 lampu LED selama 1 jam. Bayangkan dampak positif nya jika lampu LED ini dinyalakan di daerah terpencil di Indonesia. Dalam kampanye Potong 10% dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM pun disebutkan, bahwa mematikan 1 jam listrik di Jawa dan Bali sama dengan menerangi 2.527.469 rumah di Timur Indonesia. Penghematan listrik atau konservasi energi dalam kehidupan sehari-hari semakin diperlukan karena penyediaan listrik tidaklah mudah dan murah. Manfaat baik listrik harus terus kita tingkatkan, agar Negara kita Indonesia bisa mewujudkan kemandirian energi.