Maternity protection is a form of protection for women to remain able to work without reducing the welfare of themselves and their children and family
Developing A Comprehensive, Inclusive, and Adaptive Social Protection System for All in Indonesia
26 October 2016
Sekretaris Eksekutif, Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto bersama dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ir. Jarman, M.Sc danAnggota Komisi VII DPR-RI Satya Yudha menghadiri talkshow sosialisasi tarif tenaga listrik & subsidi listrik dengan tema “Subsidi Listrik Tepat Sasaran, Untuk Masyarakat Tidak Mampu” di stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada Selasa, 26 Oktober 2016.
Pemerintah terus berupaya agar anggaran subsidi listrik tidak membebani Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena disinyalir subsidi listrik yang selama ini diberikan malah dinikmati oleh orang yang tidak berhak. Pada tahun 2013, besaran subsidi listrik mencapai Rp101,21 triliun. Dengan adanya penyesuaian tarif tenaga listrik pada tahun 2014 terhadap beberapa golongan pelanggan yang dianggap sudah mampu dan tidak pantas menerima subsidi, maka subsidi listrik tahun 2014 dapat dikendalikan turun menjadi Rp99,30 triliun. Pada tahun 2015 subsidi listrik berhasil ditekan lagi menjadi Rp56,55 triliun dari target semula Rp66,15 triliun.
Dirjen Ketenagalistrikan, KESDM Ir. Jarman, M.Sc menjelaskan mengenai kenapa subsidi masih diberikan kepada masyarakat. “Kebijakan subsidi listrik memang amanat dari Undang-Undang yang berlaku saat ini. Undang-undang No.30 Tahun 2007 tentang Energi maupun Undang-Undang No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengamanatkan kepada Pemerintah agar memberikan subsidi listrik, namun perlu dicatat bahwa subsidi listrik hanya untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu,” kata Jarman.
Bambang Widianto menjelaskan bahwa pemberlakuan subsidi tepat sasaran diperlukan karena profil penerima subsidi listrik saat ini lebih banyak didominasi oleh kelompok rumah tangga yang mampu. “Kelompok masyarakat miskin dan rentan, yang berasal dari 40 persen terbawah menikmati subsidi listrik lebih kecil dibandingkan dengan kelompok di atasnya,” Jelas Bambang.
Total penerima subsidi listrik saat ini sebanyak 46 juta Rumah Tangga dengan perincian jumlah pelanggan 450 VA ada sebanyak 23,1 juta pelanggan, sementara jumlah pelanggan 900 VA ada sebanyak 22,9 juta. Kementerian ESDM saat ini, akan fokus memberlakukan kebijakan subsidi listrik tepat sasaran untuk pelanggan 900 VA, yang menurut Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin hanya terdapat sekitar 4,1 Juta Rumah Tangga, sehingga dengan demikian akan ada sekitar 18 juta pelanggan 900 VA yang akan mengalami penyesuaian tarif listrik.
Presiden dalam Sidang Kabinet Terbatas 4 November 2015 memberikan arahan bahwa subsidi listrik tetap diberikan untuk pelanggan daya 450 VA.Namun untuk pelanggan 900 VA, hanya untuk yang miskin dan tidak mampu. Data yang dijadikan acuan adalah Data Terpadu yang dikelola oleh Kementerian Sosial dan TNP2K.
Selanjutnya dalam pembahasan Asumsi Dasar RAPBN TA 2017, Komisi VII DPR RI dalam Rapat Kerja dengan Menteri ESDM pada tanggal 22 September 2016 telah memberikan persetujuan penghapusan subsidi listrik bagi pelanggan rumah tangga daya 900 VA yang ekonominya mampu untuk dilaksanakan mulai 1 Januari 2017, dengan catatan dilakukan berdasarkan data yang akurat. Dengan adanya persetujuan ini, maka subsidi listrik yang diperkirakan membengkak menjadi Rp65,15 triliun pada tahun 2016, akan dapat diturunkan menjadi Rp48,56 triliun pada tahun 2017.
Pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM, telah menugaskan PT PLN (Persero) agar melakukan pengecekan data dari TNP2K dengan data pelanggan rumah tangga yang ada di PLN. Hanya pelanggan PLN yang datanya bersesuaian dengan data dari TNP2K, yang menjadi penerima subsidi listrik, selainnya akandipindahkan menjadi pelanggan tarif non subsidi. Dalam rangka pelaksanaan tersebut, rayon/ranting PLN akan melakukan verifikasi ke pelanggan 900 VA.
Harapan Pemerintah ke depan dengan adanya penghematan subsidi listrik adalah peningkatan angka rasio elektrifikasi. Jarman menjelaskan bahwa rasio elektrifikasi pada tahun 2010 baru mencapai 67%. Rasio elektrifikasi telah mencapai sekitar 88,3% pada 2015. ”Meskipun demikian, masih ada 12,7% masyarakat kita yang belum mempunyai akses terhadap listrik dan angka ini setara dengan jumlah sekitar 7,3 juta rumah tangga belum berlistrik. Dengan konsisten melakukan penghematan subsidi, maka dana penghematan tersebut dapat dialokasikan untuk listrik pedesaan dalam rangka mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi, maka sesuai target RPJMN Pemerintah diharapkan pada tahun 2019, angka rasio elektrifikasi dapat mencapai 97%,” jelas Jarman.