Maternity protection is a form of protection for women to remain able to work without reducing the welfare of themselves and their children and family
Developing A Comprehensive, Inclusive, and Adaptive Social Protection System for All in Indonesia
22 December 2015
Selain High Level Panel Discussion, turut diadakan sesi diskusi yang terbagi menjadi empat topik dalam Forum Aksi Untuk Bisnis yang Bertanggung Jawab yang diselenggarakan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Indonesia Business Link (IBL), ASEAN CSR Network serta Accenture Indonesia. Keempat topik diskusi tersebut dilaksanakan pada hari pertama Kamis (17/12/2015) dan pada hari kedua merupakan Learning Forum yang dilaksanakan pada Jumat (18/12/2015) di Balai Kartini Convention Center, Jakarta.
Keempat diskusi memiliki tema masing – masing yaitu, Pensasaran Penerima Bantuan untuk CSR dan Pembangunan, Peran Sektor Swasta dalam Ketenagakerjaan, Komitmen dan Etika Bisnis di Indonesia, serta Peran Sektor Swasta dalam Penanggulangan Resiko Bencana. Diskusi pertama yang memiliki tema Pensasaran Penerima Bantuan untuk CSR dan Pembangunan dipandu oleh narasumber dari TNP2K dan Kementerian Sosial.
Pada diskusi Pensasaran Penerima Bantuan untuk CSR dan Pembangunan, Ruddy Gobel dari TNP2K menjelaskan, “Ide besar dari diskusi ini adalah untuk mendorong kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha, untuk berupaya mengurangi kemiskinan.” Dengan kemampuan terbatas yang dimiliki oleh pemerintah, keterlibatan lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, serta komunitas akan mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan. “Oleh karena itu, salah satu bentuk kemitraan yang nyata adalah bagaimana kita bersama-sama melakukan targeting assisted (pensasaran) yang persepsinya disamakan. Masyarakat miskin akan lebih cepat keluar dari kemiskinan jika terpapar berbagai program bantuan baik dari pemerintah, usaha maupun bantuan lain sekaligus.” tambah Ruddy.
Persoalan kemiskinan juga terkait pada masalah kesehatan, pangan, dan lainnya. Sehingga sebelum pemerintah memiliki Basis Data Terpadu (BDT), program–program yang dilakukan kementerian hanya akan terfokus pada satu masalah seperti pendidikan atau kesehatan. Hal ini disebabkan karena masing – masing kementerian memiliki indikator kemiskinan yang berbeda dan menyebabkan bantuan tidak tersasar dengan baik.
Pada tahun 2013 pemerintah melakukan sistem pensasaran yang lebih terpadu, sehingga setiap kementerian memiliki satu basis data dan masyarakat miskin terpapar lebih banyak bantuan. “Dengan adanya pendekatan program BDT, terbukti selama 3 tahun belakangan tingkat perbaikan dari masyarakat Rumah Tangga miskin memiliki perubahan yang jauh lebih signifikan dari sebelumnya. Oleh karena itu, segala bidang usaha seperti bidang infrastruktur maupun ekonomi dapat mengintervensi kelompok yang sama sehingga masyarakat miskin dapat lebih cepat keluar dari kemiskinan.” tegas Ruddy
Dalam kesempatan tersebut, Ruddy menjelaskan bahwa angka kemiskinan ada yang sifatnya agregat yang diumumkan oleh BPS maupun angka kemiskinan mikro yang merupakan data identitas individu miskin. “Angka kemiskinan mikro tersebut yang dimiliki oleh pemerintah dalam BDT, yang berisi nama dan alamat disertai dengan karakteristik masyarakat miskin yang merupakan 40% jumlah populasi dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.” Data tersebut berdasarkan hasil evaluasi pemerintah yang dilakukan terus menerus, yang kemudian tahun 2011 dilakukan pemutakhiran sehingga proses pendataan telah dilakukan dengan berbagai metodelogi dan kriteria. “BDT memiliki 45 variabel, dari masyarakat miskin yang paling miskin hingga 40% dengan ekonomi terbawah sesuai dengan karakteristik wilayah mereka” tambahnya.
BDT sendiri telah digunakan dalam Program Keluarga Harapan yang menggunakan data masyarakat 8% kebawah atau sangat miskin. Sedangkan untuk bantuan dalam bentuk Kartu Perlindungan Sosial, Kartu Keluarga Sejahtera, Raskin/Rastra menggunakan data masyarakat 25%. Dengan adanya struktur BDT diharapkan dapat menjadi pelengkap program, dan seluruh bantuan akan menyentuh kelompok masyarakat tersebut sehingga masyarakat 0 – 40% dapat keluar dari angka kemiskinan. “BDT memiliki tingkat akurasi 85% dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan sistem jaminan sosial lainnya” ungkap Ruddy
Hingga saat ini BDT digunakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk menjalankan program bantuan, namun terbuka juga untuk pihak usaha dalam membangun kemitraan seperti dengan program Keluarga Harapan. “Kemiskinan bersifat dinamis, oleh karena itu pemerintah selalu melakukan pemutakhiran data tiap tahunnya melalui beberapa mekanisme seperti musyawarah desa dan musyawarah bersama.” Tahun 2015 sedang dilakukan pembersihan data (data cleaning) dengan melibatkan masyarakat melalui proses diskusi dengan masyarakat. TNP2K menawarkan pendidikan data, atau konsultasi menggunakan sasaran basis data terpadu, BDT diharapkan menjadi sinkronisasi, yang dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk kemitraan yang komprehensif
Dalam kesempatan yang sama turut hadir, Eko Fadhillah dari Unit Penetapan Sasaran Penanggulangan Kemiskinan (UPSPK) TNP2K yang menjelaskan hal-hal teknis terkait penggunaan BDT, kemudian Idit Supriawan dari Kementerian Sosial yang menjelaskan tentang Program Keluarga Harapan. “Program Keluarga Harapan, merupakan program yang diberikan oleh Kementerian Sosial kepada 8% masyarakat miskin terbawah yang ada di data TNP2K.”