03 July 2013


Wapres

Jakarta, Kompas – Pemerintah menolak tuduhan bahwa pembagian beras untuk rakyat miskin kali ini buruk. Sebaliknya, dibandingkan dengan pembagian raskin sebelumnya, sistem saat ini jauh lebih baik karena dilakukan berdasarkan kartu perlindungan sosial.

“Kartu ini (kartu perlindungan sosial/KPS) justru untuk memastikan supaya orang yang miskin benar-benar menerima raskin sesuai alokasi jumlah yang direncanakan, tidak dibagi di antara penduduk desa seperti dulu,” kata Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan Bambang Widianto, Selasa (2/7), di Istana Wapres, Jakarta.

Menurut dia, pembagian raskin selama ini dinilai bermasalah, tidak tepat sasaran. Oleh kepala desa, raskin dibagi rata di antara penduduknya supaya tidak menimbulkan keributan. Akibatnya, orang miskin yang seharusnya menerima beras 15 kilogram (kg) hanya menerima, misalnya 10 kg. “Dengan cara itu, raskin juga jatuh ke tangan orang yang tidak miskin,” kata Bambang.

Dengan memakai KPS, pemerintah ingin memastikan agar orang miskin benar-benar menerima jatah raskin sesuai peruntukkannya. “Dengan kartu itu, orang memiliki kesadaran bahwa dirinya memiliki hak untuk menerima raskin dengan jatah penuh,” ujar Bambang.

Hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penyaluran raskin kacau. Sebanyak 9,41 juta rumah tangga miskin hanya menerima 30 persen jatah. Sementara 3,14 juta rumah tangga miskin lainnya yang berhak bahkan tidak menerima jatah sama sekali.

Bambang menyampaikan, KPS sebesar 15,5 juta unit sudah selesai dicetak. Saat ini, pekerjaan yang harus diselesaikan adalah mendistribusikan KPS tersebut.

Untuk mempermudah penerima KPS yang berada jauh dari kantor pos, penyerahan KPS akan diikuti dengan penyerahan uang bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp 300.000 untuk dua bulan. “Jadi, tidak lagi KPS dibagikan, lantas orang yang bersangkutan harus pergi lagi ke kantor pos,” kata Bambang.

Kepala Kantor Pos Besar Malang Kiagus M Amran menegaskan, pencairan BLSM untuk Kota Malang, Jawa Timur, hingga Selasa siang telah terealisasi 91,64 persen. Di Kota Batu dan Kabupaten Malang, realisasi pencairan masing-masing 45,98 persen dan 3,55 persen.

Namun, puluhan keluarga miskin di Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa, mendatangi kantor kelurahan. Massa yang didominasi ibu-ibu ini minta supaya didaftarkan sebagai penerima BLSM. “Bantuan yang sekarang itu salah sasaran karena para penerimanya orang-orang yang mampu. Kami ini para janda, istri tukang becak, dan buruh cuci baju malah tidak dapat,” ujar Endang Susilowati, salah seorang pengunjuk rasa.

Wakil Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi menyatakan, ada selisih data jumlah warga miskin yang tercatat oleh pemerintah pusat dan pemerintah setempat. Achmad Fahmi mengatakan, penduduk yang tergolong miskin mencapai 68.741 jiwa atau setara 17.185 keluarga. Berdasarkan data dari Kantor Pos Indonesia Cabang Sukabumi, penerima KPS yang berhak mendapatkan BLSM adalah 14.975 keluarga.

Manajer Penjualan Kantor Pos Magelang, Jawa Tengah, Totok Sumanto, menegaskan, pencairan BLSM untuk wilayah Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ditargetkan selesai pada 14 Juli mendatang. “Kami sedang menyusun jadwal agar penyaluran BLSM tepat waktu,” ujarnya.

Sumber : Kompas, Rabu/3 Juli 2013