BPUM as a Solution to MSME Problems during the Covid-19 Pandemic

01 March 2021


Wapres


Gambar 1. Narasumber pada webinar Banpres Produktif Usaha Mikro: Praktik Baik dan Pembelajaran
Sumber: TNP2K, 2021

Perekonomian nasional mengalami pertumbuhan negatif akibat pandemi Covid-19. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang cukup rentan terkena dampak pandemi karena kepemilikan modal yang kecil dan sedikitnya alternatif yang mereka miliki. Berdasarkan hasil survei cepat yang dilakukan oleh ADB, sebanyak 50% UMKM telah menutup usahanya. Oleh karena itu, pemerintah menaruh perhatian yang cukup besar untuk memulihkan perekonomian nasional melalui UMKM.  

Sebagai bentuk perhatian kepada pelaku UMKM, pemerintah mengeluarkan sebuah insentif berupa Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang secara resmi disalurkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Negara Indonesia (BNI) pada Agustus 2020 lalu. BPUM sendiri merupakan bantuan berbentuk hibah dengan total 28,8 Tiriliun yang diberikan kepada 12 juta pelaku usaha mikro.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyelenggarakan kegiatan webinar “Banpres Produktif Usaha Mikro: Praktik Baik dan Pembelajaran” pada Kamis, 25 Februari 2021 untuk melihat hasil implementasi dari program BPUM pada 2020. Kegiatan webinar dibuka oleh Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, selaku Sekretaris Eksekutif TNP2K. Dalam sambutannya, Suprayoga menyampaikan bahwa TNP2K akan berkomitmen untuk terus mendukung penuh implementasi kebijakan program BPUM. 

Kemenkop UKM selaku penanggung jawab program BPUM turut hadir dalam webinar ini dan menyampaikan bahwa penting untuk melanjutkan program BPUM pada 2021 karena angka Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Kemenkop UKM menyatakan bahwa, berdasarkan hasil pemantauan program BPUM 2020, pelaksanaan program BPUM selanjutnya perlu ditingkatkan dan diperbaiki.
Kemenkop UKM meminta dukungan dari TNP2K dalam melakukan proses pemantauan pelaksanaan program BPUM tahun 2020. Dalam melakukan proses pemantauan pelaksanaan program BPUM tahun 2020. Dalam kegiatan webinar ini, Martin Daniel Siyaranamual selaku Manager Unit Pemantauan dan Evaluasi memaparkan hasil pemantauan pelakasanaan program tersebut.
Menurut Martin, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh TNP2K, program BPUM relatif sudah tepat sasaran untuk mereka yang memenuhi tiga syarat utama, yaitu masih menjalankan usahanya, mengalami penurunan penjualan, dan mampu memenuhi persyaratan administrasi – dalam hal ini memiliki  Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Dari 1.261 responden yang merupakan pelaku usaha mikro, sebesar 69% sudah memperoleh informasi mengenai program dan juga sudah mencairkan dana BPUM tersebut. Sisanya sebanyak 31% belum mencairkan dengan alasan belum memiliki waktu dan masih dalam proses aktivasi. Untuk proses aktivasi rekening itu sendiri, 75.6% pelaku usaha mikro sudah berhasil melakukan aktivasi, sementara 8.3% tidak berhasil melakukan aktivasi, dan 16.1% belum mendapat pemberitahuan. Alasan ketidakberhasilan aktivasi ini sebagian besar karena rekening yang diblokir dan tidak mengetahui alasan mengapa tidak berhasil melakukan aktivasi. Dari keseluruhan dana yang berhasil dicairkan, sebanyak 88.5% digunakan untuk keperluan bahan baku. 

Sebagian besar dari responden penerima program BPUM ini adalah pedagang eceran, yaitu sebanyak 37.7%. Dan jika dilihat dari status sosio-ekonomi, sebagian besar responden penerima program BPUM adalah 64.4% perempuan, 65% berada di daerah perkotaan, dan 97.7% berada pada usia produktif.

Selain paparan hasil pemantauan, webinar ini juga menyampaikan bagaimana implementasi dan tantangan pelaksanaan program BPUM dari salah satu lembaga pengusul, yaitu Bank BRI yang disampaikan oleh Dani Wildan  selaku Wakil Kepala Divisi Social Entrepreneurship & Incubation (SEI) BRI. 

Dani menyatakan bahwa dana BPUM melalui BRI berhasil dicairkan oleh sekitar 6.3 juta orang penerima manfaat. Dari beberapa penyebab penerima manfaat masih tidak dapat mencairkan dana BPUM yang telah dijelaskan oleh Dani, salah satu yang paling banyak menjadi alasan responden adalah mereka berada pada status not eligible yang disebabkan oleh tidak lolosnya Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) online. 

Bank BRI juga telah melakukan survei kepada penerima program BPUM. Dari hasil survei tersebut, penggunaan utama dana BPUM juga digunakan untuk keperluan membeli bahan baku, sejalan dengan hasil pemantauan yang dilakukan oleh TNP2K. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa kapasitas dan kinerja usaha mereka meningkat dengan adanya program ini.

Meski hasil pemantauan dan survei yang dilakukan oleh TNP2K dan BRI mengatakan bahwa program BPUM ini relatif tepat sasaran, tentu masih banyak masalah dan banyak hal yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan pelaksanaan program BPUM, terutama karena program ini adalah respon dari pandemi sebagai kejadian yang tidak terduga.  Raden Muhammad Purnagunawan, selaku Kepala Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas Ekonomi, menjadi pembicara penutup dengan menyampaikan usulan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan program BPUM pada tahun 2021.

Beberapa usulan tersebut adalah meningkatkan teknis sosialisasi dan mekanisme pengaduan, memperbaiki sistem dan mekanisme pendaftaran, meningkatkan transparansi dalam mekanisme seleksi calon penerima, memastikan adanya kesetaraan gender dan inklusi sosial, serta meningkatkan kerja sama kementerian/lembaga terkait.

Jika usulan-usulan tersebut didukung dan dilaksanakan dengan baik, program BPUM dengan program pemberdayaan UKM lainnya dapat berkontribusi menyelesaikan permasalahan UMKM, tidak hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang, terutama pada masa pandemi ini.

Webinar ini dihadiri oleh 210 peserta dari berbagai kalangan yang disiarkan melalui Zoom dan  YouTube TNP2KKomunikasi. (KM)