Nutrition Can Be Considered to Measure the Poverty Line

10 December 2024


Wapres

Komponen konsumsi makanan bergizi dapat dipertimbangkan sebagai bagian pengukuran garis kemiskinan di Indonesia. Apalagi garis kemiskinan di Indonesia masih berfokus pada pola konsumsi kebutuhan dasar dan belum memasukkan komponen makanan bergizi.

Demikian kesimpulan Seminar “Membangun Garis Kemiskinan Sensitif Nutrisi” yang diadakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat dengan didukung oleh International Food Policy Research Institute, di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Selasa 10 Desember 2024.

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Plt Deputi bidang koordinasi peningkatan kesejahteraan sosial Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) Nunung Nuryantono, mengatakan karena pengentasan kemiskinan bersifat multi-dimensi, maka pemerintah terbuka terhadap inovasi dan kolaborasi dengan banyak pihak dalam mengentaskan kemiskinan untuk terciptanya masyarakat makmur dan sejahtera.

Hadir sebagai pembicara ialah Analis Peneliti Senior dari International Food Policy Research Institute Kristi Marth. 

Kristi menjelaskan, pengukuran kemiskinan adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah rumah tangga dapat memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Untuk mengukur kemiskinan, banyak negara menggunakan metodologi Pendekatan Biaya Kebutuhan Dasar (Cost of Basic Needs). Tetapi, metode ini kebanyakan menggunakan pola makan umum yang memenuhi kebutuhan kalori seperti konsumsi beras.

“Pendekatan Biaya Kebutuhan Dasar tidak memperhitungkan nilai makanan yang kaya nutrisi seperti daging, ikan, telur, tempe, buah-buahan, dan sayuran”, jelas Kristi. Akibatnya, sebuah rumah tangga bisa saja dianggap tidak miskin tetapi tidak mampu membeli makanan yang beragam dan kaya nutrisi.

Sejalan dengan tekad pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan dan nutrisi masyarakat, Kristi pun menawarkan Garis kemiskinan Pola Makan Sehat, yaitu metode baru untuk memperkirakan kemiskinan dengan memodifikasi garis kemiskinan dimana pembelian biaya kebutuhan pokok untuk makanan agar sesuai dengan pedoman pola makan yang disediakan oleh Pedoman Gizi Seimbang Kementerian Kesehatan tahun 2014.

Seminar ini dihadiri para penanggap, Plt Deputi bidang koordinasi peningkatan kesejahteraan sosial Kemenko PM Nunung Nuryantono, Deputi bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Maliki, Deputi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono, dan anggota Dewan Ekonomi Nasional Arief Anshory. Juga dimoderasi Penasihat Senior Tim Asistensi Kebijakan Kesejahteraan Masyarakat Vivi Alatas.

Menurut Nunung, salah satu persoalan besar dalam pola konsumsi masyarakat adalah kurangnya konsumsi protein. Guna mengatasi hal itu, pemerintah terus mendorong kecukupan protein masyarakat, termasuk memberikan makanan tambahan dan program makanan bergizi pada kelompok miskin dan rentan.

“Pemerintah terus memastikan pola makan masyarakat bervariasi guna memenuhi seluruh aspek gizi”, jelas Nunung.

Sementara, Ateng menjelaskan, masyarakat saat ini memiliki tambahan biaya untuk non-konsumsi seperti biaya pulsa atau internet. Sehingga berdasarkan data BPS tahun 2024, terjadi penurunan tingkat konsumsi dibandingkan non-konsumsi di tengah masyarakat. “Kondisi ini berbeda dibandingkan pada tahun 1999 dimana konsumsi makanan masih mendominasi dibandingkan konsumsi non-makanan”, jelas Ateng.

Menurutnya, penurunan tingkat konsumsi dipengaruhi pola makanan masyarakat yang mengalokasikan dana lebih untuk konsumsi non-makanan dan mengurangi belanja konsumsi khususnya bahan makanan bernutrisi.

Sedangkan, Arief mendorong masuknya komponen makanan bergizi untuk merubah Garis Kemiskinan. Senada, Maliki berpendapat bahwa Garis Kemiskinan dapat dipengaruhi oleh komponen makanan bergizi. Namun perubahan Garis Kemiskinan akan berdampak juga terhadap capaian angka kemiskinan. Menurutnya, komponen makanan bergizi dapat melengkapi perhitungan Garis Kemiskinan bersama komponen lainnya.

Seminar “Membangun Garis Kemiskinan Sensitif Nutrisi” turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian dan Lembaga Negara, seperti Kementerian Sosial, Badan Pusat Statistik, Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Badan Pangan, dan lainnya. Setelah seminar, kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan selama dua hari mengenai penyusunan Garis Kemiskinan.