TNP2K organised the dissemination of ‘Results of the Study on the Adequacy of the National Health Insurance Benefit Package for Participants with Disabilities’.
The Secretariat of the Vice President (Setwapres) organised a knowledge forum entitled ‘Dissecting Poverty Reduction Efforts’.
28 February 2024
TNP2K, Jakarta – Sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dan kerja perawatan, Sekretariat TNP2K dan Kemenko PMK menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) pada 26 Februari 2024 di Hotel Mercure, Jakarta Pusat. FGD ini mengkaji kelompok Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan menindaklanjuti temuan lapangan di Tulungagung, Lombok Timur, dan Indramayu pada Desember 2023.
FGD sesi pertama dibuka oleh Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK, Niken Ariati. Sesuai dengan arahan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022, Niken menyebutkan perlunya mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi masyarakat miskin ekstrem. Negara berkewajiban untuk menjamin hak warga negaranya, salah satunya hak PMI. Sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan pekerja migran dan keluarganya, Kemenko PMK dan TNP2K melakukan kajian untuk memperkuat perlindungan bagi PMI dan keluarganya melalui kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Kontribusi Ekonomi Tinggi, Akses Perlindungan Sosial Terbatas
Meskipun kontribusi ekonomi PMI melalui remitansi mencapai 9,71 miliar dolar di tahun 2022, kepesertaan PMI dalam jaminan sosial ketenagakerjaan masih rendah. Sejak tahun 2018, Permenaker No.18/2018 mewajibkan setiap calon PMI wajib terdaftar dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Namun, cakupan kepesertaan PMI pada tahun 2022 baru mencapai sekitar 10%. Data menunjukkan tingkat kepesertaan PMI perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Paparan Temuan Awal Perluasan Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan PMI
Sumber: TNP2K, 2024
Temuan lapangan yang dipaparkan oleh Resmi Setia Milawati, Spesialis Senior Kebijakan Asuransi Sosial untuk Ketenagakerjaan TNP2K, menunjukkan bahwa mayoritas responden (77%), tidak mengetahui kewajiban kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan. Saat menjadi PMI, mayoritas responden juga tidak terdaftar sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Lebih lanjut, responden yang terdaftar dalam program asuransi lain di negara penempatan lebih tinggi dibandingkan dengan asuransi di negara sendiri.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain kurangnya keterlibatan PMI dalam proses pendaftaran, kurangnya pemahaman tentang manfaat program, serta kurangnya informasi kepada PMI karena pendaftaran umumnya dilakukan oleh perusahaan penempatan.
Resmi menambahkan, perlu ada strategi untuk perluasan kepesertaan, yaitu dengan optimalisasi keterlibatan pihak-pihak terkait, meningkatkan kerja sama dalam memberikan sosialisasi dan edukasi, serta optimalisasi sistem informasi dan kepesertaan.
Pemberdayaan Komunitas di Desa Migran Produktif
Dalam FGD sesi kedua, Resmi memaparkan temuan awal kajian mengenai “Pengaruh Migrasi terhadap Perawatan Anak dan Keluarga PMI”. Resmi menyebutkan, jumlah penempatan PMI sepanjang periode 2021-2023 menunjukkan peningkatan. Namun, jumlah penempatan PMI perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki. PMI perempuan umumnya mengisi sektor perawatan dan domestik. Hal ini terkait kuatnya norma sosial yang kerap melekatkan peran perawatan dan domestik kepada perempuan.
Resmi menyebutkan, keputusan melakukan migrasi umumnya didasari atas dorongan finansial. Dalam temuan, ditemukan perbedaan yang signifikan antara upah yang diterima sebelum dan setelah PMI. Upah 5,3 kali lebih tinggi saat menjadi PMI dengan rerata pendapatan sebesar Rp 6,5 juta/bulan. Rerata pendapatan PMI perempuan lebih tinggi (Rp 6,6 juta) dibandingkan PMI laki-laki (Rp 6,3 juta). Sedangkan masa kerja PMI penempatan terakhir adalah 4,7 tahun.
Dalam aspek perawatan anak dan keluarga, mayoritas responden berstatus menikah dan memiliki anak. Perawatan anak PMI umumnya dilakukan oleh pasangan (71%) dan sisanya dilakukan oleh keluarga meluas, terutama kakek/nenek (38%). Terdapat perbedaan distribusi peran perawatan anak antara PMI laki-laki dan perempuan. Peran perawatan pada responden laki-laki, mayoritas (97%) dilakukan oleh pasangan (istri). Sementara responden PMI perempuan membagi peran perawatan kepada pasangan (suami) (57%) dan kakek/nenek (52%). Temuan ini mengindikasikan bahwa pengambilalihan peran pencari nafkah oleh perempuan tidak serta merta meningkatkan peran perawatan oleh laki-laki.
“Pengambilalihan peran pencari nafkah oleh perempuan tidak serta merta meningkatkan peran perawatan oleh laki-laki,” jelas Resmi dalam FGD yang dihadiri oleh Kementerian/Lembaga terkait, perusahaan penempatan, serta organisasi masyarakat sipil.
FGD ini diharapkan menjadi landasan awal kolaborasi strategis antara pemerintah dan sektor non pemerintah, guna menghasilkan rekomendasi perluasan kepesertaan PMI dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan dan kerja perawatan, serta meningkatkan perlindungan bagi PMI dan keluarganya.