TNP2K organised the dissemination of ‘Results of the Study on the Adequacy of the National Health Insurance Benefit Package for Participants with Disabilities’.
The Secretariat of the Vice President (Setwapres) organised a knowledge forum entitled ‘Dissecting Poverty Reduction Efforts’.
31 August 2022
Wakil Presiden (Wapres) Ma’aruf Amin yang merupakan Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) selaku Koordinator Pelaksanaan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penghapusan Kemiskinan Ekstrem menggelar rapat pleno percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 6, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2022).
Inpres Nomor 4 Tahun 2022 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia yang ditargetkan nol persen hingga tahun 2024, melalui integrasi dan sinergi program serta kerjasama antar kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.
Dalam pertemuan tersebut, Wapres menghimbau kepada seluruh K/L untuk memastikan konvergensi berbagai program, serta memastikan kualitas pelaksanaan program dan akurasi data sasaran penerima manfaat program. “Ini soal efektivitas, kualitas di lapangan. Ini perlu. Kemudian, ketepatan sasaran penerima manfaat,” ujarnya, dikutip dalam laman situs website Sekretariat Wakil Presiden RI.
Melihat pengalaman global, Wapres percaya, bahwa konvergensi program dan peningkatan akurasi penerima manfaat adalah dua kunci utama untuk mengurangi kemiskinan ekstrem secara efektif.
“Untuk meneruskan dua hal ini, kami memiliki 3 instrumen kebijakan. Pertama, yaitu identifikasi area prioritas pengentasan kemiskinan ekstrim untuk tahun 2022, 2023, dan 2024,” jelas Wapres.
Gambar: Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin memipin Rapat Pleno Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Sumber Foto: Twitter @Kiyai_MarufAmin
Kedua, lanjutnya, adalah Data Sasaran Penerima Manfaat Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang bersumber dari Pendataan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang memuat informasi nama, alamat, identifikasi kependudukan (NIK), sosial ekonomi keluarga relatif baru, serta peringkat kesejahteraan keluarga.
“Penggunaan data P3KE ini juga untuk melengkapi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan meningkatkan ketepatan sasaran program untuk menjangkau keluarga sangat miskin yang belum menerima program, yaitu mereka yang mengalami exclusion error,” urainya.
Kelompok exclusion error, menurut Wapres, harus semaksimal mungkin mendapat alokasi tambahan dari Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, serta Kementerian Agama. Sementara instrumen kebijakan ketiga, kata Wapres, adalah Pedoman Umum Pelaksanaan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) yang akan segera ditetapkan.
“Dengan ketiga instrumen kebijakan tersebut, saya meminta Menko PMK, Menko Perekonomian, dibantu Menteri Keuangan dan Menteri PPN untuk memastikan refocusing program dan alokasi anggaran kementerian/lembaga. Lembaga-lembaga penanggulangan kemiskinan ekstrem menyasar keluarga di wilayah prioritas kemiskinan ekstrem 2022,” tuntutnya.
Dalam arahannya, Wapres juga berpesan kepada para menteri untuk menyusun perencanaan dan penganggaran program dalam upaya mempertajam penghapusan percepatan kemiskinan ekstrem pada tahun 2023. Untuk alokasi pendapatan dan belanja daerah, Wapres mengarahkan Mendagri untuk membantu pemerintah daerah mempertajam upaya penghapusan percepatan kemiskinan ekstrem.
Dalam rapat yang berjalan kurang lebih 3 jam tersebut, Menko PMK Muhadjir Effendy melaporkan kemajuan penugasan dalam penetapan lokasi dan target prioritas P3KE, yaitu menetapkan kebijakan tentang sumber dan jenis data yang digunakan untuk pelaksanaan PPKW; mengoordinasikan penyiapan data penerima dengan nama dan alamat sasaran; menetapkan pedoman umum pelaksanaan program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem; mengkoordinasikan, mensinkronisasi, dan mengendalikan program K/L dalam upaya mengurangi beban belanja dan mengurangi kantong-kantong kemiskinan; mengkoordinasikan dukungan untuk program pengentasan kemiskinan ekstrim yang melibatkan partisipasi non-pemerintah; serta melakukan pemantauan dan evaluasi secara terintegrasi dengan Kementrian/Lembaga terkait.