26 July 2013


Wapres

Pendistribusian dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) melalui mekanisme Kartu Perlindungan Sosial (KPS) tahap pertama telah hampir rampung di seluruh wilayah Indonesia. Data terakhir (26/7) menunjukkan bahwa penyerapan telah mencapai 89.23% atau sekitar 13,8 juta rumah tangga telah menerima dana BLSM. Ini hal yang sangat menggembirakan mengingat cakupan wilayah distribusi yang begitu besar dan waktu pelaksanaan yang singkat. Seperti telah diperkirakan sebelumnya bahwa mekanisme pendistribusian melalui kartu penanda rumah tangga sasaran memang memperbesar tingkat penerimaan manfaat program.

Meskipun demikian, sebagaimana program besar lain yang melibatkan banyak pihak, kekurangan tentu saja masih ada, dan sedikit banyak juga mempengaruhi pelaksanaan program. Dan pada pendistribusian KPS/BLSM adalah masalah kepesertaan dan pemutakhiran data penerima yang sering mendapat sorotan di media masa.

Penjelasan tersebut disampaikan Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif TNP2K pada saat menjawab pertanyaan para jurnalis media massa pada saat acara diskusi media massa terkait polemik kepesertaan maupun pemutakhiran data penerima KPS atau BLSM di Jakarta (Kamis 25/7). Bambang Widianto pada kesempatan tersebut menegaskan bahwa telah ada solusi penyelesaian masalah yang dapat ditempuh, yakni mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan.

“Jadi masyarakat bersama-sama dengan Perangkat Desa/Kelurahan dapat bersama-sama melakukan pemutakhiran data untuk memastikan bahwa KPS/BLSM hanya diterima oleh yang berhak melalui mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan,” demikian Bambang Widianto menambahkan.

Aparat Pemerintah Daerah sendiri juga telah memiliki payung hukum dalam pelaksanaan Musyawarah Desa/Kelurahan tersebut yaitu melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 541/3150/SJ tanggal 17 Juni 2013 tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat.

Terkait dengan penetapan sasaran, sejumlah perbaikan dalam metodologi pencacahan maupun metodologi pemeringkatan telah dilakukan guna memperoleh sumber data rumah tangga sasaran yang lebih baik. Perbaikan dalam metode pencacahan antara lain adalah rumah tangga yang dicacah pada tahun 2011 lebih banyak, yakni sekitar 45% rumah tangga yang berada pada status sosial ekonomi terendah, dibandingkan dengan pencacahan pada 2008 yang hanya 29%; Penggunaan sensus penduduk digunakan sebagai starting point atau referensi awal dalam pencacahan; dan Pencacahan dilakukan dengan berkonsultasi dengan masyarakat miskin.

Selain itu, perbaikan pencacahan pada tahun 2011 juga menggunakan lebih banyak kelompok variabel sebagai kriteria dalam menentukan kondisi RTS seperti Kelompok Kriteria Karakteristik Rumah Tangga, Kelompok Kriteria Kondisi Sosial Ekonomi, Kelompok Kriteria Keadaan Rumah Tinggal, dan Kelompok Kriteria Kepemilikan Aset.

Dalam metodologi pemeringkatan, perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode Proxy Means Testing (PMT) yang dibangun berdasarkan data makro yaitu SUSENAS yang secara statistik mencerminkan representasi karakteristik rumah tangga di setiap kabupaten/kota di Indonesia dan mengakomodir perbedaan karakteristik tersebut.

Terkait efektifitas bantuan tunai, Bambang Widianto menambahkan berdasarkan hasil penelitian program BLT 2005 dan 2008, bantuan tunai cukup efektif dalam membantu mempertahankan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM.