Maternity protection is a form of protection for women to remain able to work without reducing the welfare of themselves and their children and family
Developing A Comprehensive, Inclusive, and Adaptive Social Protection System for All in Indonesia
11 October 2016
(Jakarta, 10/10/16) Sebagai tindak lanjut dari pertemuan teknis sebelumnya terkait upaya penangulangan Penyakit Tidak Menular (PTM), khususnya diabetes melitus, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) kembali mengadakan pertemuan teknis untuk membahas kerangka upaya intervensi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait di Kantor Sekretariat TNP2K, pada Senin, 10 Oktober 2016.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya pada akhir Juni 2016. Dalam kegiatan yang dipimpin oleh Prastuti Suwondo, Koordinator Pokja Kesehatan Sekretariat TNP2K , hadir Dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan, yang didampingi oleh dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA; Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso, SKM., Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia; Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD., Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI); Imam Subekti, FKUI; R. Maya Amiarny Rusady, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, yang didampingi oleh Sandi P. Nugroho; serta Joan Cabezas, Iwan S., Sara Dhewanto, dan Dita Aisyah dari Palladiumgroup.
Dalam diskusi tersebut, sebagai program percontohan pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM), diusulkan untuk fokus pada pencegahan penyakit diabetes melitus (DM). Pertimbangannya adalah DM merupakan pintu pemicu berbagai penyakit tidak menular lainnya seperti jantung atau gagal ginjal. Selain itu, menurut data BPJS Kesehatan, penyakit ini yang menyita biaya kesehatan yang sangat besar.
Untuk implementasi program pencegahan penyakit, disepakati untuk mengadaptasi model yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait deteksi dini lewat Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM). Seperti diketahui, ada 5 (lima) tahapan kegiatan Posbindu PTM. Pertama diawali dengan pendaftaran. Kedua, wawancara faktor resiko. Tiga, pengukuran menggunakan alat Posbindu, yang meliputi: pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran lingkar pinggang, dan pengukuran tekanan darah; Keempat, wawancara tahap kedua, serta terakhir penyuluhan dan konseling.
Khusus untuk program pencegahan penyakit kronis ini diusulkan untuk ditambahkan 2 tahapan kegiatan, yaitu: promotif/kampanye dan monitoring. Kegiatan kampanye diperlukan di tahap paling awal agar masyarakat lebih sadar mengenai bahaya penyakit kronis, sehingga mereka mau melakukan pemeriksaan dini. Kampanye bisa dilakukan melalui media, asosiasi, komunitas, sekolah, serta perkantoran. Untuk lebih efektif bisa dengan mekanisme perekrutan kader yang akan secara berkelanjutan menangani kampanye. Selanjutnya tahapan monitoring akan dilakukan pasca penyuluhan dan konseling. Wujud dari kegiatan monitoring adalah membangun database, sistem informasi dan sistem pengukuran. Penggunaan teknologi informasi dengan Apps dapat mempermudah tahapan ini, sehingga ada keberlanjutan pemeriksaan.
“Tujuan dari meeting adalah ingin mendapatkan input. Kita masuk dalam intervensinya. Intervensi yang kita desain di sini adalah menggunakan framework yang ada di Kementerian Kesehatan. Jadi intinya adalah menggunakan 5 stations yang sudah digunakan di dalam modelnya Posbindu, tetapi kita juga mengerti pemanfaatan 5 stations Posbindu mempunyai challenge di dalam pelaksanaannya, seperti kunjungannya terbatas, awareness-nya kurang, serta kapasitas human resouces, termasuk soal pelatihan kader baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selain itu data collection sulit untuk dianalisa karena lack of central database dan juga measurement dari impact-nya belum begitu banyak diperhatikan,” kata Prastuti Suwondo.
Dalam technical meeting ini selain membahas model implementasi program, disinggung juga mengenai model kerjasama dengan pihak swasta. Agar kegiatan ini dapat mencapai target yang lebih baik, dipandang perlu untuk melibatkan pihak swasta, seperti rumah sakit, klinik, farmasi, maupun pihak lain yang tidak bergerak di bidang kesehatan namun ingin berpartisipasi dalam kegiatan ini. Menurut Prastuti Suwondo, kerjasama dengan swasta akan banyak manfaatnya dalam menjawab tantangan yang dihadapi dalam impelementasi program. Kontribusi pihak swasta yang dimaksud bisa meliputi pengembangan kerangka kerja, penyediaan resource, tenaga ahli, maupun berbagai bentuk dukungan lain yang selaras dengan bisnis mereka. Setelah technical meeting kali ini direncanakan untuk dilakukan pertemuan dengan pihak swasta untuk membahas lebih detil mengenai bentuk kerjasama. Kemudian setelah sepakat dengan swasta dapat dilakukan pertemuan high level meeting tingkat pengambil kebijakan.