Kartu Indonesia Pintar: Positive Impact on Education and Some of Its Notes

03 February 2023


Wapres

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk membiaya pendidikan. PIP dirancan untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin atau rentan miskin tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tingkat menengah, baik lewat jalur formal maupun jalur informal (Pake A sampai Paket C dan pendidikan khusus). Dengan program ini, pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari putus sekolah dan diharapkan dapat menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP juga diharapkan dapat meringankan biaya peserta didik, baik biaya langsung mapupun tidak langsung.

Adapun penerima PIP adalah peserta didik dari keluarga miskin atau rentan miskin, atau dengan pertimbangan khusus, seperti peserta didik dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan (PKH); keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera; peserta didik berstatus yatim piatu; atau peserta didik yang terdampak bencana alam. Selain itu, peserta didik penerima PIP adalah peserta didik yang tidak bersekolah (drop out) dan diharapkan bersedia kembali ke sekolah; peserta didik yang memiliki kelainan fisik; serta peserta pada lembaga kursus atau satuan pendidikan nonformal lainnya.

Berdasarkan penelitian yang ada, angka putus sekolah untuk jenjang SMP dan SMA masih terbilang tinggi pada desil terendah (keluarga miskin). Di satu sisi, selama 12 tahun terakhir, proporsi peserta didik yang menerima beasiswa atau bantuan pendidikan meningkat cukup signifikan, kecuali jenjang pendidikan tinggi. Pada 2021, misalnya, satu dari lima peserta didik menerima beasiswa. Adapun besaran bantuan pada PIP untuk tingkat sekolah dasar adalah Rp 450.000 per siswa per tahun, sedangkan tingkat SMP/sederajat adalah Rp 750.000 per siswa per tahun. Bantuan untuk tingkat SMA/sederajat sebesar Rp 1 juta per siswa per tahun.

Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, peserta didik penerima PIP yang masih bertahan di bangku sekolah tercatat sebanyak 97,29%, sedangkan yang putus sekolah tercatat sebanyak 2,71%. Dibandingkan dengan peserta didik bukan penerima PIP, sebanyak 88,5% bertahan di sekolah dan sebanyak 11,5% memutuskan untuk berhenti (drop out). Kemudian, pada hasil survei yang sama di tahun 2021, angka putus sekolah tetap lebih tinggi terjadi pada peserta didik bukan penerima PIP, yakni 11,28%. Adapun angka putus sekolah pada peserta didik penerima PIP tercatat sebesar 2,92%.

Berdasar studi literatur yang ada membuktikan bahwa beasiswa bagi peserta didik terbukti efektif menurunkan angka putus sekolah. Sparrow (2006) menyatakan bahwa program pemberian beasiswa yang diterapkan sejak 1998 terbukti menarik minat keluarga miskin untuk memasukkan anak mereka ke bangku sekolah tingkat dasar. Sementara penelitian Kharisma, Satriawan, dan Arsyad (2017) menemukan bahwa beasiswa pada peserta didik laki-laki dan perempuan efektif mengurangi angka putus sekolah di tingkat pendidikan dasar.
Butuh pengawasan

Kendati program PIP berdampak signifikan terhadap keberlanjutan sekolah bagi siswa SD dan SMP, bukan berarti program ini bebas dari masalah dan pekerjaan rumah. Kebijakan ini masih perlu ditingkatkan untuk mempertahankan partisipasi pendidikan dan penuntasan pendidikan. Beberapa upaya yang harus dilakukan agar program ini semakin efektif adalah mendorong perluasan penerima manfaat PIP dengan cara perbaikan sasaran penerima PIP dan meningkatkan jumlah cash transfer yang diterima peserta didik agar sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang ada. 

Agar penerima PIP tepat sasaran, perlu dilakukan penyelarasan data dari pemerintah pusat dengan data yang dimiliki daerah, tentu dengan dukungan pihak sekolah atau lembaga pendidikan. Secara periodik, data tersebut sebaiknya diperbarui setiap tahunnya untuk mencegah ketidakakuratan. Selain itu, demi penggunaan dana PIP tidak disalahgunakan, sekolah atau komite sekolah perlu diberi kewenangan untuk mengelola dan mengawasi dana PIP, misalnya dengan menyertakan bukti pembelanjaan. Hal ini perlu dilakukan agar dana PIP tidak dibelanjakan untuk kepentingan di luar kebutuhan pendidikan.

Bagi kelompok marjinal, pemberian beasiswa atau bantuan pendidikan kepada penyandang disabilitas dengan nilai manfaat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai manfaat beasiswa dan bantuan pendidikan reguler. Dari sisi partisipasi, peran lembaga non-pemerintah dalam memberikan beasiswa untuk jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sementara dari akses terhadap lembaga pendidikan, khususnya di sektor transportasi, amat berpengaruh terhadap penyelesaian masa pendidikan. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur umum, seperti jalan, termasuk infrastruktur pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan khusus anak perempuan dan penyandang disabilitas sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap pendidikan yang inklusif.