GEDSI Perspective in Energy Policy for Poverty in Indonesia

11 August 2022


Wapres

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, menyebutkan bahwa “Pengelolaan energi ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi, guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata”. Berdasarkan UU tersebut maka pemerintah perlu mewujudkan pengelolaan energi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara umum terutama memprioritaskan kelompok marginal yang masih belum mampu mengakses konsumsi energi. Dalam konteks kemiskinan ekstrem yang didefinisikan sebagai kondisi dimana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan ekstrem - setara dengan USD 1.9 PPP (purchasing power parity) tentunya juga akan berpengaruh dengan tingkat konsumsi suatu rumah tangga, terutama dalam penggunaan energi.  Dengan tingkat konsumsi yang rendah tersebut, kelompok miskin ekstrem tentunya akan tidak dapat memenuhi kebutuhan energi sehingga diperlukan kebijakan subsidi energi bagi kelompok tersebut. 


 

Grafik 1: Sumber Energi Penerangan Rumah Tangga Miskin
Sumber : Data TNP2K

Grafik 1 mengenai konsumsi energi jumlah rumah tangga menurut sumber penerangan utama dengan status kesejahteraan 40% terendah di Indonesia menunjukkan bahwa masih terdapat rumah tangga yang masih belum mengakses sumber listrik yang berasal dari PLN. Data di atas menunjukan masih terdapat kelompok yang mendapatkan listrik dari non-PLN dan kelompok yang belum tersentuh energi listrik. Dalam data tersebut menunjukan bahwa dalam kelompok 40% termiskin Indonesia, akses energi bagi kelompok tersebut masih belum terpenuhi. 


 

Grafik 2: Bahan Bakar Utama Untuk Memasak
Sumber : Data TNP2K


Grafik 2 menunjukan penggunaan bahan bakar utama rumah tangga untuk memasak status kesejahteraan 40% terendah di Indonesia menunjukkan bahwa komposisi keluarga miskin sebagian besar masih menggunakan bahan bakar berupa briket, arang ataupun kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. 

Dengan data yang menunjukan bahwa sebagian besar kelompok miskin masih menggunakan energi nonsubsidi atau masih banyak rumah tangga yang tidak dapat mengakses energi secara luas, pemerintah memiliki beberapa skema untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem. Kebijakan tersebut meliputi pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan. Salah satu bentuk pengurangan beban yang dapat dilakukan ialah dengan mekanisme subsidi energi. Kebijakan pemberian subsidi energi bertujuan untuk meningkatan akses konsumsi energi bagi keluarga miskin dengan tarif yang relative lebih terjangkau bagi kelompok miskin. Dalam praktiknya, masih ditemukan masyarakat yang tereksklusi dari program ini terutama perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, lansia dan anak-anak. Dengan permasalahan tersebut, reformasi subsidi energi dilakukan untuk mendorong perubahan dari subsidi barang menjadi subsidi rumah tangga untuk menyentuh kelompok sasaran yang tercakup dalam GEDSI (Gender, Equality, Disability, and Social Inclusion), yang termasuk di dalam kelompok exclusion error.

Dengan permasalahan tersebut, reformasi kebijakan energi di Indonesia dalam perspektif GEDSI perlu dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap energi bagi kelompok marginal. Reformasi energi dilakukan untuk memastikan inklusifitas penerima manfaat kebijakan subsidi energi berbasis rumah tangga. Penyesuaian tersebut meliputi perubahan skema dari subsidi barang secara umum menjadi subsidi yang dilakukan secara targeted atau perorangan melalui pemberian subsidi dalam bentuk transfer (bukan tunai/cash) guna membeli tabung LPG, kompor LPG dan regulator tabung bagi masyarakat sasaran yang selama ini memasak menggunakan bahan bakar NonLPG dan/atau untuk membayar biaya pemasangan listrik bagi sasaran yang selama ini rumahnya belum memiliki akses listrik.

Penyesuaian kebijakan subsidi energi perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan inklusifitas akses pada penerima subsidi.  Dalam sudut pandang GEDSI, perubahan kebijakan tersebut dapat pula mendorong peningkatan produktivitas dan posisi tawar perempuan dalam rumah tangga, meningkatkan perlindungan sosial bagi kelompok lansia, penyandang disabilitas dan anak- anak, serta meningkatkan inklusifitas terhadap energi, dan memberikan kesempatan pada perempuan untuk melakukankegiatan produktif lainnya. Selain itu, dalam kondisi masyarakat sasaran yang berdomisili di daerah yang belum tersedia pasokan LPG dan listrik, kebijakan yang dapat didorong ialah dengan penyesuian bentuk subsidi menjadi penggunaan nilai subsidi yang ditransfer untuk mengakses/membeli sumber energi alternatif yang tersedia secara lokal (solar, biogas, dan lainnya), terutama sumber energi terbarukan, sehingga dapat membawa implikasi ekonomi di daerah-daerah terpencil yang belum tersedia dan/atau sulit mengakses listrik dan LPG.