The nutritious food consumption component can be considered as part of the measurement of the poverty line in Indonesia.
Dissemination of Exploratory Study Results on the Implementation of Cash For Work Programme in Indonesia
11 February 2020
Setelah rapat pleno perdana pada bulan November 2019 yang lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) kembali memimpin rapat pleno TNP2K hari ini bertempat di kantor TNP2K, Kebon Sirih Jakarta. Topik utama rapat pleno tersebut adalah untuk membahas sejumlah langkah yang perlu diambil serta strategi pengurangan tingkat kemiskinan dan penurunan stunting pasca ditetapkannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 – 20204.
Sebagaimana diketahui, dalam RPJMN 2020 – 2024 ditetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 7% (target moderat) hingga 6,5% (target optimis) pada akhir tahun 2024. Sementara itu, perkiraan jumlah penduduk miskin pada akhir tahun 2024 ditargetkan berada pada kisaran 18,34 juta sampai 19,75 juta. Ini artinya diperlukan penurunan jumlah penduduk miskin antara 5,04 sampai 6,45 juta dalam kurun waktu 2020 sampai 2024.
Dalam rapat pleno tersebut dibahas kerangka kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui upaya untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin serta upaya untuk mendorong peningkatan pendapatan. Upaya menurunkan beban pengeluaran antara lain melalui perbaikan dan perluasan program bantuan sosial seperti program keluarga harapan (PKH), program bantuan pangan (Rastra dan Bantuan Pangan Non-Tunai), program Indonesia pintar (PIP) dan program Indonesia pintar kuliah (PIP-K).
Selain itu juga akan didorong perbaikan jaminan sosial melalui program Indonesia sehat atau jaminan kesehatan nasional (JKN) serta reformasi kebijakan subsidi energi termasuk subsidi listrik dan subsidi LPG. Upaya penting yang ingin dicapai dalam perbaikan kualitas bantuan sosial, perlindungan sosial serta subsidi adalah dalam rangka mempertajam ketepatan sasaran agar program-program tersebut mampu menyasar masyarakat miskin dan rentan yang berhak.
Sementara itu, upaya untuk mendorong peningkatan pendapatan dilakukan melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pengembangan ekonomi lokal dan memperluas akses pekerjaan dengan tujuan jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta menjaga stabilitas harga.
“Saya meminta kepada para Menko dan Menteri terkait lainnya agar senantiasa bekerja keras, inovatif serta memantapkan koordinasi untuk memastikan tercapainya target pengurangan tingkat kemiskinan pada akhir tahun 2024,” tegas Wakil Presiden.
Tantangan Penyaluran Dana Desa
Pada kesempatan tersebut juga dibahas mengenai efektivitas dana desa. Sampai saat ini masih terdapat beberapa kendala dalam implementasi penyaluran dana desa. Untuk itu Wakil Presiden memberikan arahan kepada Menko dan Para Menteri agar berkoordinasi untuk mempercepat Penyaluran Dana Desa Tahap I 2020.
Seperti diketahui, untuk mempercepat penyaluran dana desa, pemerintah berencana menyalurkan dana desa langsung ke rekening desa (RKUDes). Dalam masa transisi ini, penyaluran sampai Februari 2020 baru mencapai Rp 538 Miliar di 1.295 desa, sangat jauh dibandingkan Rp 4,67 Triliun pada Februari 2019.
Tantangan lainnya adalah penyelesaian pembayaran penghasilan tetap kepala desa (Siltap). Terkait dengan hal tersebut, Wapres meminta agar Kemendagri dan Kemenkeu agar berkoordinasi untuk menyelesaikan kekurangan pembayaran penghasilan tetap kepala desa, serta Kemendagri agar memperbaiki pencatatan jumlah dan status desa,
Selain itu Wapres juga mengarahkan agar Kemendesa mendorong peran BUMDes dalam pengembangan ekonomi lokal.
Kurangnya Proporsi Belanja Perlindungan Sosial Yang Bersasaran
Dalam rapat pleno tersebut dibahas beberapa tantangan yang dihadapi dalam rangka mencapai target pengurangan tingkat kemiskinan tersebut, salah satunya adalah besarnya anggaran bantuan sosial dan subsidi yang tidak bersasaran sementara anggaran bantuan sosial yang bersasaran relatif masih rendah atau berkisar 0,59% dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal proporsi belanja perlindungan sosial berhubungan erat dengan pengurangan kemiskinan dan ketimpangan.
Berdasarkan data World Social Protection Report, Indonesia termasuk dalam negara yang proporsi belanja perlindungan sosial dengan total PDB cukup rendah. Negara-negara OECD seperti Perancis dan Denmark proporsi belanja perlindungan sosial berada diatas 30%, sedangkan rata-rata seluruh dunia berada pada kisaran 13%. Sejauh ini negara-negara dengan alokasi belanja perlindungan sosial relatif besar cenderung memiliki tingkat ketimpangan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya.
Tetapi secara keseluruhan anggaran untuk bantuan sosial dan subsidi serta dana desa telah mencapai total Rp 390 Triliun atau mencapai 2,46% dari total PDB Indonesia. Karena tidak bersasaran, beberapa bantuan dan subsdi tersebut seperti subsidi seperti subsidi LPG lebih banyak dinikmati kelompok masyarakat mampu. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mendorong peningkatan proporsi belanja perlindungan sosial tersebut adalah melalui reformasi beberapa kebijakan subsidi yang tidak produktif agar dapat dialokasikan untuk peningkatan belanja perlindungan sosial.
Percepatan Penurunan Prevalensi Anak Kerdil (Stunting)
Wakil Presiden pada kesempatan tersebut, menyampaikan bahwa upaya percepatan penurunan prevalensi anak kerdil (stunting) adalah merupakan prioritas pemerintah. Meskipun telah terjadi penurunan dari angka 30,8% tahun pada tahun 2018 menjadi 27,67% pada tahun 2019, angka prevalensi stunting tersebut masih cukup tinggi karena hampir satu dari tiga balita Indonesia mengalami stunting. Pemerintah sendiri telah menetapkan target penurunan stunting yang cukup ambisius sampai pada angka 14 persen pada akhir tahun 2024.
Tantangan terbesar dalam penercepatan penurunan stunting adalah melakukan konvergensi mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan intervensi di tingkat desa. Sampai saat ini, terdapat anggaran lebih dari Rp 29 Triliun untuk pencegahan stunting yang tersebar di berbagai Kementerian dan Lembaga dan belum termasuk anggaran yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, belum lagi anggaran yang juga dialokasikan oleh dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu Wakil Presiden mempertanyakan soal efektivitas anggaran tersebut yang belum cukup tercermin dalam penurunan stunting. Untuk itu Wakil Presiden meminta Menko dan para Menteri untuk berkoordinasi dengan baik.
Selain itu, upaya pelibatan semua pihak termasuk dunia usaha juga sangat penting. Oleh karena itu, Wakil Presiden mendorong agar mekanisme kerjasama pemerintah dan dunia usaha atau public private parthership didorong untuk pencegahan stunting. Terkait dengan hal tersebut, seusai rapat pleno Wakil Presiden turut menyaksikan penandatanganan program kerjasama kemitraan antara pemerintah dengan swasta (KPS) untuk mempercepat pencegahan stunting di Indonesia. Acara penandatanganan KPS ini dituangkan dalam dokumen Memorandum of Understanding (MoU) kemitraan yang ditandatangani oleh Sekretaris Eksekutif TNP2K dengan PT Mayora Indah, PTT Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) Thailand, Yayasan Hadji Kalla, Universitas Hasanuddin dan Universitas Airlangga.
Dengan penandatanganan MOU ini, mitra swasta bersama-sama dengan pemerintah pusat dan daerah, akan turut melakukan berbagai program intervensi guna menurunkan prevalensi stunting di sejumlah wilayah di Indonesia. Selain dunia usaha tersebut di atas, kerjasama dengan perusahaan swasta lain seperti Sinar Mas juga sudah dilakukan sejak dua tahun yang lalu.
Arahan Wakil Presiden
Pada akhir rapat pleno, Wakil Presiden menugaskan Menko PMK bersama-sama Kementerian terkait untuk terus memantau agar seluruh pemikiran dan komitmen yang menjadi hasil rapat ini dapat dijalankan untuk mencapai target penurunan tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting.
Wakil Presiden juga meminta kepada Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Bappenas dan Kepala BKKBN, untuk berkoordinasi dan memastikan perbaikan sistim perlindungan sosial agar lebih dapat mengatasi permasalahan kesejahter-aan pada setiap tahapan kehidupan. Selain itu juga perlu dipastikan bahwa program-program perlindungan sosial kita dapat menjangkau setiap kelompok miskin dan rentan, dan program diimplementasikan secara efektif.
Terkait implementasi program, Wakil Presiden meminta agar semua program/kegiatan yang dilakukan, lokusnya ada di kabupaten, kota, bahkan desa. Untuk itu, Wapres meminta kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trans-migrasi, Bappenas dan Menteri Keuangan untuk berkoordinasi dan mendukung pelaksanaan seluruh program/kegiatan tadi, utamanya untuk memastikan konvergensi anggaran untuk pencegahan stunting dan meningkatkan efektivitas Dana Desa.
Pada akhir rapat pleno, Wakil Presiden juga meminta agar Sekretariat TNP2K dirancang se-bagai unit dukungan kebijakan untuk membantu tugas Ketua dan K/L anggota TNP2K. “Untuk itu, saya minta kepada Menko maupun para Menteri untuk tidak segan memanfaat-kan sekretariat ini untuk mendukung tugas yang dijalankan. Ke depan saya akan secara ru-tin mengadakan rapat tingkat menteri semacam ini untuk memastikan koordinasi kita terus berjalan baik,” tegas Wakil Presiden.
Dalam rapat pleno tersebut para Menteri dan Kepala Lembaga anggota TNP2K yang hadir adalah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendi; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati; Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto; Menteri Sosial Juliari Batubara; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa; dan kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.