TNP2K organised the dissemination of ‘Results of the Study on the Adequacy of the National Health Insurance Benefit Package for Participants with Disabilities’.
The Secretariat of the Vice President (Setwapres) organised a knowledge forum entitled ‘Dissecting Poverty Reduction Efforts’.
10 May 2021
Sejak tahun 2017, pemerintah secara bertahap melakukan reformasi bantuan sosial dari Program Beras untuk Keluarga Sejahtera (Rastra) menjadi Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Program Rastra merupakan program yang memberikan bantuan 10 kg beras/bulan kepada penerima manfaat. Program ini lalu diubah menjadi BPNT, dimana penerima manfaat diberikan e-voucher sebesar Rp. 110.000,00/bulan untuk bisa ditukar menjadi beras dan telur di agen e-warong terdekat. Dalam hal ini, e-warong merupakan agen bank, pedagang atau pihak lain yang ditentukan sebagai tempat penarikan bantuan sosial oleh pihak penerima bantuan. Pertanyaannya, apakah dampak perubahan program ini lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan?
Gambar 1. Sesi talkshow pada webinar "Impact Evaluation of the Transition from Rastra to BPNT: Preliminary Findings"
Sumber: TNP2K, 2021
Dalam rangka mendiskusikan isu ini, The Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL) menyelenggarakan webinar dengan judul “Impact Evaluation of the Transition from Rastra to BPNT: Preliminary Findings” yang dilaksanakan melalui aplikasi virtual zoom meeting pada tanggal 31 Maret 2021. Webinar ini mempresentasikan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh para peneliti yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mengenai dampak perubahan Program Rastra menjadi BPNT.
Menurut Kepala Tim Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Elan Satriawan yang hadir sebagai pembicara dalam dikusi ini, terdapat beberapa kekurangan pada implementasi bantuan Rastra, seperti kurangnya akurasi penetapan sasaran bantuan, jumlah bantuan yang berkurang, waktu penerimaan bantuan yang lama, sampai kualitas bantuan yang buruk. Oleh karena itu, reformasi bantuan Rastra menjadi BPNT perlu dilakukan.
Elan mengatakan, rumah tangga yang menerima Program BPNT menerima beras dengan kualitas yang lebih baik dibanding rumah tangga yang menerima Program Rastra. Baiknya kualitas beras ini disebabkan karena penerima manfaat Program BPNT dapat memilih jenis beras yang tersedia di e-warong. Bahkan, penerima manfaat dapat meningkatkan konsumsi protein dengan membeli dengan telur dengan e-voucher-nya.
Hal ini diamini oleh Sudarno Sumarto selaku Penasihat Kebijakan TNP2K. Ia mengatakan bahwa secara umum, Program BPNT lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan. Bahkan, Sudarno mengatakan, rumah tangga yang menerapkan bantuan BPNT rata-rata mendapatkan bantuan 45 persen lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang menerapkan bantuan Rastra. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ketepatan sasaran bantuan ini pun meningkat, yang dibuktikan oleh meningkatnya jumlah bantuan kepada masyarakat termiskin.
Ben Olken selaku peneliti dari J-PAL menambahkan, biaya administrasi Program BPNT pun lebih rendah dibanding dengan program Rastra. Biaya yang rendah ini dikarenakan oleh biaya yang mahal untuk transportasi dan gudang dalam menyebarkan bantuan.
Acara ini diakhiri dengan sesi tanya jawab dari para peserta webinar. Selain pemateri yang disebutkan di atas, acara ini juga dihadiri oleh Rema Hanna, Peneliti dari J-PAL; Maliki, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas; Tb. Achmad Choesni, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK; Asep Sasa Purnama, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial; Vivi Yulaswati, Penasihat Senior Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Bappenas; Ryan Washburn, Mission Director USAID; dan Simon Ernst, Counsellor Development Effectiveness and Sustainability dari Kedutaan Besar Australia. (KM)