Maternity protection is a form of protection for women to remain able to work without reducing the welfare of themselves and their children and family
Promoting Recognition of Care Work in Indonesia
07 February 2023
Pembenahan data sasaran yang tepat merupakan tantangan yang harus segera diselesaikan pemerintah demi menyukseskan program penghapusan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024. Sebab, selama ini upaya intervensi program yang dilakukan masih kurang efektif dalam menjangkau sasaran lantaran ketiadaan pemeringkatan data kesejahteraan pada DTKS.
---
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Desember 2021 terkait survei efektivitas program bantuan sosial ditemukan bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) kurang mampu dalam menjangkau kelompok miskin ekstrem. Upaya intervensi yang telah dilakukan pemerintah berupa pengurangan beban yang ditangung keluarga serta peningkatan pendapatan masyarakat untuk mempercepat program penghapusan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024 nyatanya masih kurang maksimal apabila tetap menggunakan basis data yang ada.
Alasan utama DTKS tidak mampu menjangkau kelompok miskin ektrem karena tidak adanya variabel pemeringkatan yang mampu mengidentifikasi keluarga dan kriteria sasaran. Sehingga, tidak semua keluarga penerima manfaat (KPM) yang memperoleh bantuan sosial yang sesungguhnya berhak diterima.
Sebagai gambaran, hasil survei dari program intervensi kemiskinan ekstrem tahap I pada 2021 lewat top-up kartu sembako dan bantuan langsung tunai - dana desa (BLT-DD) masih jauh panggang dari api. Pasalnya, program pemberian bantuan tersebut dirasa kurang tepat sasaran alias masih dapat diterima oleh keluarga dari semua kelompok pengeluaran, atau mereka yang berada berada dalam desil 1 hingga desil 10.
Bahkan, tingkat exclussion error atau kesalahan dalam pendataan keluarga miskin pada kelompok 10% keluarga termiskin (desil 1) masih tinggi, yakni sebanyak 42,47% belum menerima program bantuan sosial reguler. Parahnya, kurangnya sosialisasi dalam intervensi program juga turut membawa dampak negatif, karena sebanyak 90,71% keluarga dalam kelompok desil 1 mengaku belum menerima bantuan top-up kartu sembako dan BLT-DD hingga Desember 2021.
Data Penyasaran
Dengan mempertimbangkan fenomena kurang optimalnya penyasaran program bantuan lewat DTKS, tentunya diperlukan keterangan pembanding sekaligus pendamping yang mampu melengkapi basis data dari Kementerian Sosial tersebut. Data yang mampu dijadikan pendamping yaitu, keterangan atau bahan yang bersumber dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah menggelar kerja sama dengan BPS, BKKBN, serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI terkait pengolahan atau studi pemeringkatan pada Pendataan Keluarga (PK) BKKBN Tahun 2021. Studi tersebut telah mampu menghasilkan data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang telah dilengkapi informasi tingkat kesejahteraan keluarga dalam PK BKKBN 2021.
Berdasarkan hasil pelaksanaan tahapan studi dan uji petik di beberapa kabupaten, permodelan proxy mean testing (PMT) PK BKKBN dinilai cukup sesuai dengan kondisi riil di lapangan, di mana rata-rata kesesuaiannya mencapai 80%. Sehingga untuk jangka pendek, hasil permodelan tersebut diharapkan menjadi pelengkap DTKS dalam penyasaran keluarga miskin ektrem hingga tersedianya data terpadu sosial ekonomi di seluruh Indonesia.
Adapun sejumlah variabel yang dipetakan dan berpengaruh dalam pemeringkatan data PK BKKBN 2021 di antaranya, status wilayah, banyaknya anggota keluarga, banyaknya anggota keluarga dikuadratkan, serta data mikro anggota keluarga terkait jenis kelamin, usia, dan jenjang pendidikan. Variabel lain yang juga digunakan ialah status tempat tinggal milik sendiri atau sewa, kriteria bangunan termasuk jenis tembok dan lantai, serta sumber air minum dan bahan bakar untuk memasak.
Selain itu, sejumlah identifikasi dan treatment atau perlakuan khusus juga dilakukan dalam tahapan pengolahan data tersebut. Salah satunya, pemisahan antara keluarga biasa dengan keluarga tunggal. Hal tersebut dilakukan untuk karena adanya hipotesis yang muncul bahwa pengeluaran per kapita keluarga tunggal berpotensi jauh lebih tinggi ketimbang keluarga nontunggal.
Misalnya saja, keluarga tunggal akan memiliki pengeluaran sewa rumah yang lebih tinggi karena beban sewa tersebut ditanggung oleh satu orang. Sebaliknya, sewa rumah pada keluarga yang beranggotakan empat orang, maka beban sewa tersebut akan dapat dibagi rata ke setiap anggota keluarga.
Penyempurnaan Jangka Panjang
Keberadaan PK BKKBN 2021 diharapkan akan menjadi alternatif data penetapan sasaran program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024. Sebab, data penetapan sasaran yang ada saat ini tidak memiliki peringkat kesejahteraan, bahkan belum dilakukan pemutakhiran sejak 2015 silam.
Selain itu, kelengkapan nomor identitas kependudukan (NIK) juga menjadi nilai tambah sekaligus indikator penting, serta dapat dilengkapi agar dapat diintegrasikan dengan sumber data lainnya. Sumber daya manusia berupa tenaga lapangan yang secara reguler membantu BKKBN dalam pendataan PK 2021 merupakan nilai tambah yang perlu diakomodasi untuk melakukan pemutakhiran secara berkala dalam skala kecil dengan melibatkan pemerintah daerah.
Namun begitu, PK BKKBN 2021 masih memiliki keterbatasan jika digunakan dalam penetapan target sasaran, sehingga masih membutuhkan penyempurnaan sekaligus pengembangan dan pengelolaan data untuk jangka panjang. Maklum, tujuan awal pendataan PK yang tidak dimaksudkan untuk mengidentifikasi peringkat kesejahteraan keluarga melalui pengeluaran per kapita. Selain itu, data hasil permodelan PMT tersebut juga perlu dilakukan peremajaan secara berkala untuk mengantisipasi perubahan karakteristik sosial ekonomi di daerah serta perubahan demografis di setiap keluarga.
Alhasil, penggunaan DTKS yang dipadankan PK BKKBN inilah yang diharapkan akan mampu mendorong pencapaian target percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024. Dengan demikian amanat Presiden Joko Widodo dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem bisa diwujudkan.